Analisis Struktur Puisi
Puisi adalah sebuah struktur, maksudnya adanya
unsur-unsur yang menyusun struktur itu yang berhubungan satu dengan
yang lain. Unsur puisi hanya mempunyai arti dalam hubungannya dengan
unsur-unsur lainnya dalam struktur dan keseluruhannya.
Unsur puisi adalah unsur
fungsional. Artinya tiap unsur puisi mempunyai fungsi tertentu dalam kaitannya
dengan unsur-unsur yang lain. Misalnya
sebuah unsur berfungsi untuk memberi gambaran angan yang jelas dan konkret
Struktur puisi adalah struktur
yang kompleks. Artinya unsur-unsur puisi itu banyak dan saling jalin-menjalin. Oleh karena itu, struktur sajak haruslah
dianalisis untuk bisa dipahami dengan baik. Kita perhatikan sajak berikut
Stanza
Ada burung dua jantan dan
betina
Hinggap di dahan
Ada daun dua, tidak
jantan tidak betina
Gugur dari dahan
Ada angin dan kapuk
gugur, dua-dua sudah tua
Pergi ke selatan.
Ada burung, daun, kapuk,
angin, dan mungkin juga debu
Mengendap dalam nyanyiku
Sajak tersebut tidak cukup
bila kita hanya mengatakan bahwa sajak itu berpola sajak a-b-a-b-b-c-c.
terdapat pula sajak dalam: dua … betina. Begitu juga terdapat gaya paralelisme
(baris 1,3,5,7). Analisis semacam itu hanya merupakan pengumpulan data.
Analisis yang sesungguhnya
harus diterangkan bahwa: ulangan-ulangan bunyi berfungsi membuat liris.
Ulangan-ulangan yang berupa paralelisme itu menunjukkan banyaknya pengalaman si aku dalam kehidupannya yang mengingatkan keromantisannya,
pengembaraannya, dan juga ingatannya
kepada maut pada akhir hidup manusia. Semua pengalaman itu dikiaskan
sebagai burung, daun, kapuk, angin, dan debu.
Kelanjutan analisis, sampai
sekarang dikenal adanya analisis dikotomis pembagian menjadi dua
yakni: bentuk dan isi. Akan tetapi belum jelas. Mana bentuk puisi dan mana isi puisi. Bentu dan isi sajak itu tidak dapat dipisahkan
ibarat air dengan gelas, tercampur bersatu padu hingga sukar ditentukan mana bentuk dan mana yang isi.
Oleh karena itu, ada usaha
lain yang tidak berdasar bentuk dan isi, tetapi berdasarkan fenomenanya atau kenyataan yang ada.
Oleh karena itu, analisisnya disebut analisis
fenomonologis. yang beasal dari Roman Ingarden seorang Filsuf Polandia. Analisisnya
dikemukakan oleh Rene Wellek
Analisis ini berupa analisis
lapis-lapis norma karya sastra. Norma itu, kenyataan yang terkandung dalam
karya sastra sendiri bukan dari luar.
Puisi itu merupakan struktur lapis-lapis norma. Norma yang di atas menimbulkan
norma yang di bawahnya
Menurut Ingarden karya sastra
itu terdiri atas lapis norma yaitu : (1) lapis bunyi, (2) lapis arti, (3) lapis
dunia pengarang, (4) lapis dunia dilihat dari sudut pandang tertentu yang
implicit, dan (5) lapis metafiris.
Menurut Wellek lapis ke-4 dan
lapis ke-5 dapat disatukan dengan lapis ketiga, dan lapis dunia pengarang. Untuk
menjelaskan analisis fenomonologis, kita
ambil sajak epis, yang naratif karena di dalamnya terdapat kelima lapis
tersebut sebab tidak semua sajak berisi kelima lapis tersebut. Diperhatikan
berikut ini
Cintaku Jauh di Pulau
Cintaku jauh di pulau
Gadis manis sekarang
iseng sendiri
Perahu melancar, bulan
memancar
Di leher kukalungkan
ole-ole buat si pacar
Angin membantu, laut
terang, tapi terasa
Aku tidak kan sampai
padanya
Di air yang terang, di
angin mendayu
Diperasaan penghabisan
segala melaju
Ajal bertahta, sambil
berkata
“Tunjukkan perahu ke
pangkuanku saja”
Amboi! Jalan sudah
bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan
merapuh!
Mengapa ajal memanggil
dulu
Sebelum sempat berpeluk
dengan cintaku
Manisku jauh di pulau
Kalau ku mati, dia mati
iseng sendiri (Chairil Anwar).
1. Lapis Bunyi
Lapis bunyi berupa deretan bunyi-bunyi fonem.
Bunyi fonem itu berderet dan bergabung menjadi satuan lebih besar sesuai dengan
konvensi bahasa (bahasa Indonesia).
Dalam sajak pembicaraan lapis
bunyi harus ditujukan pada bunyi yang bersifat istimewa atau khusus iaitu yang dipergunakan untuk
mendapatkan efek puitis atau nilai seni.
Misalnya, berikut ini.
Bait pertama baris pertama,
ada asonansi a dan
u (cintaku jauh di pulau)
Baris kedua ada aliterasi s yang
berturut-turut (gadis manis sekarang iseng sendiri. Bait kedua ada asonansi a
melancar – memancar – si pacar –
terang terasa padanya
Aliterasi l dan r : perahu
melancar – bulan memancar – laut terang – tapi terasa.
Pola sajak akhit bait ke-2,
3,4: aa – bb yang saling dipertentangkan memacar
– si pacar dipertentangkan dengan terasa – padanya; kutempuh
– merapu dipertentangkan
dengan dulu – cintaku
Terakhir
dalam sajak itu bunyi-bunyi yang dominan adalah vokal bersuara berat a dan
u yang dipergunakan sebagai
lambang rasa.
2. Lapis Arti
Dalam menganalisis sajak berdasarkan lapis arti itu
menerangkan arti tiap kata, kelompok kata, dan kalimat berdasarkan arti
linguistiknya supaya menjadi jelas. Lebih-lebih kata yang tidak biasa.
Diperhatikan berikut ini.
Bait pertama, “Cintaku jauh di pulau” artinya: kekasihku berada di pulau yang jauh. “Gadis manis sekarang “ artinya kekasih si aku itu masih gadis dan manis. Karena si aku tidak ada, ia berbuat iseng menghabiskan waktu sendirian. Dapat juga berarti si gadis dengan sangat menantikan si aku.
Bait kedua, untuk menuju kekasihnya itu si aku naik perahu dengan lancar pada waktu terang bulan dan ia membawa buah tangan (ole-ole). Angin pun membantu (angin buritan), laut terang: tidak berkabut. Meskipun demikian, si aku merasa tidak akan sampai kepada pacarnya.
Bait ketiga, di laut yang terang dan angin yang bertiup kencang, menurut perasaannya secara sepenuhnya (diperasaan penghabisan) semuanya serba cepat, laju tanpa halangan (baris ke-1,2), namun ajal (kematian) telah memberi isyarat akan mengakhiri hidup si aku.
Bait keempat, menunjukkan bahwa si aku putus asa. Meskipun ia sudah bertahun-tahun berlayar sehingga perahu yang dinaiki akan rapuh kena air garam (baris ke-1,2) namun kematian telah menghadang dan mengakhiri hidupnya sebelum ia sempat bertemu bercinta dengan kekasihnya.
Bait kelima, karena itu, kekasih si aku yang berada di pulau yang jauh itu akan sia-sia menanti si aku dan mati menghabiskan waktu sendiri.
3.
Lapis
Dunia Pengarang (Lapis ketiga)
Disebut dunia pengarang karena
cerita itu hanya bersifat rekaan, dunia yang dikemukakan itu bukan peristiwa
yang dialami oleh Chairil Anwar secara nyata, hanyalah karangannya saja.
Unsur-unsur lapis dunia
pengarang berupa: objek-objek yang
dikemukakan: cintaku, gadis manis, laut, pulau, perahu,
angin, bulan, air laut, dan ajal.
Pelaku atau tokoh: si
aku
Latar waktu: waktu malam terang bulan
Latar tempat: laut yang terang (tidak berkabut), berangin yang
kencang (angin buritan)
Dunia pengarangnya adalah
cerita sebagai berikut: Pacar
si aku, gadis manis, berada di pulau yang jauh. Si aku ingin menjumpai
kekasihnya itu. Ia naik perahu dengan membawa buah tangan yang dikalungkan di lehernya. Perahu berjalan
lancar pada waktu bulan bersinar terang, angin pun membantu bertiup dari buritan.
Menurut perasaan si aku, sehabis-habis perasaannya perahu itu berjalan sangat
lancar, tidak ada kabut, bulan terang, angin pun membantu lancarnya perahu.
Akan tetapi, si aku merasa bahwa ia tidak akan sampai ke tempat kekasihnya. Ia
merasa maut telah menghadangnya
Meskipun telah bertahun-tahun
ia berlayar dan perahunya pun menjadi rapuh karena lama merendam air garam (air
laut), tetapi mengapa maut telah menyergap sebelum ia dapat bertemu dan
bermesraan dengan kekasihnya. Kalau si aku mati, kekasihnya pun akan mati iseng sendiri.
- Lapis Dunia yang Implisit (Lapis keempat)
Berupa
sugesti-sugesti atau kiasan-kiasan. dunia yang dipandang dari sudut pandang tertentu
yang tidak usah dinyatakan (implisit). Tidak usah dikatakan malam, tapi dengan adanya bulan memancar itu berarti
malam hari. Laut terang berarti juga tidak hujan, tidak berkabut (hakikat puis
berupa pemadatan)
Puisi merupakan ekspresi tidak
langsung. Sajak tersebut merupakan kiasan manusia pada umumnya. Gadis manis itu
merupakan kiasan apa yang akan dicapai manusia, dapat juga dipandang dari sudut pandang
tertentu gadis manis itu kiasan cita-cita manusia yang akan
dicapai. Akan tetapi, meskipun segalanya berjalan lancar: syarat-syrata
mencukupi, tanpa halangan, segala usaha lancar, si aku manusia sebelum mencapai
apa yang dicita-citakan atau diharapkan telah disergap maut (ajal memanggil
dulu/sebelum sempat berpeluk dengan cintaku). Dengan demikian, cita-cita tidak tercapai dan
sia-sia saja (dia mati iseng sendiri).
- Lapis Metafiris (lapis kelima)
Menyebabkan
pembaca berkontemplasi. Dalam sajak ini lapis itu berupa ketragisan hidup manusia iaitu: meskipun
segala usaha telah dilakukan disetai sarana yang cukup, bahkan segalanya telah
berjalan dengan lancar, tetapi sering kali manusia tak dapat mencapai apa yang
diidam-idamkannya karena maut telah lebih dahulu menghadang. Dengan demikian, cita-cita yang hebat, menggairahkan, akan sia-sia
saja.
2 komentar:
Water Hack Burns 2 lb of Fat OVERNIGHT
Well over 160000 men and women are losing weight with a simple and secret "water hack" to burn 2 lbs each and every night in their sleep.
It's simple and works on anybody.
Here's how you can do it yourself:
1) Go grab a glass and fill it half the way
2) And then learn this awesome hack
and become 2 lbs lighter in the morning!
Good
Posting Komentar