Jumat, Oktober 10, 2014

Analisis Hubungan Intertekstual Puisi Padamu Jua dengan Doa

 Analisis Hubungan Intertekstual Padamu Jua dengan Doa

          Berdasarkan prinsip intertekstual sebagaimana yang dikemukakan oleh Riffaterre (1987), sajak baru bermakna penuh dalam hubungannya dengan sajak lain, baik dalam persamaannya maupun  dalam perbedaannya. Dalam artian sajak baru bermakna secara sepenuhnya setelah diketahui hubungannya dengan sajak lain yang menjadi latar penciptaannya. Di samping itu, suasana sajak akan menjadi lebih terang, kiasan-kiasannya menjadi lebih dapat dipahami. Sajak yang menjadi latar penciptaan sebuah sajak disebut hypogram (Riffaterre, 1978). Sementara Culler (1977) mengemukakan bahwa tiap teks itu merupakan mosaik kutipan-kutipan dan merupakan penyerapan dan trasformasi teks-teks lain. Maksudnya, teks-teks itu mengambil hal-hal yang bagus dari teks lain berdasarkan tanggapan-tanggapannya dan diolahnya kembali dalam karyanya atau teks yang ditulis oleh sastrawan kemudian itu.
          Dalam kesusastraan Indonesia, hubungan intertekstual antara suatu karya dengan karya lain, baik antara karya sezamannya maupun zaman sebelumnya banyak terjadi. Misalnya saja beberapa sajak Chairil Anwar mempunyai hubungan intertekstual dengan sajak-sajak Amir Hamzah. Hubungan intetekstual itu menunjukkan adanya persamaan dan pertentangannya dalam hal konsep estetik dan pandangan hidup yang berlawana.
         Untuk lebih jelasnya analisis hubungan intertekstual Padamu Jua dengan Aku dapat dilihat berikut ini.
Amir Hamzah
            Padamu Jua
Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu

Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu

Satu kekasihku
Aku manusia
Rindi rasa
Rindu rupa

Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata merangkai hati

Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tanggakap dengan lepas

Nanar aku, gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara di balik tirai

Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu-bukan giliranku
Mati hati-bukan kawanku...
            (Nyanyi Sunyi, 1959).

Chairil Anwar

            Doa
                  kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh
mengingat kau penuh seluruh

Caya-Mu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam malam

Tuhanku

aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku

di pintu-Mu mengetuk
aku tidak bisa berpaling
  (Deru Campur Debu, 1959).

            Secara intertekstual ”Doa” Chairil Anwar menunjukkan adanya persamaan dan pertalian dengan sajak ”Padamu Jua”. Ada gagasan dan ungkapan Chairil Anwar yang dapat diruntut kembali dalam sajak Amir Hamzah. Begitu juga ide, meskipun dalam pengolahannya ada perbedaan yang menyebabkan tiap-tiap sajak menunjukkan kepribadiannya masing-masing dalam menanggapi masalah yang dihadapi.
            ”Padamu Jua” si aku yang cinta dunianya habis kikis dengan pasti kembali kepada-Mu, Tuhan, meskipun pada awalnya kecewa karena ia merasa dipermainkan oleh Engkau. Namun, akhirnya ia tak mau pergi lagi karena Engkau sebagai dara di balik tirai, menanti si aku seorang diri dengan setia.
            ”Doa”, si aku yang terasing dalam kebingungannya meskipun pada mulanya termangu, toh akhirnya ia datang juga kepada Tuhan karena Tuhan itu penuh seluruh (Maha Rahman dan Maha Rahim). Tak ada tempat lain untuk mengadu keremukan bentuknya (wujud hidupnya) selain Dia. Maka, setelah aku mengetuk pintu kerahmanan dan kerahimnya, si aku tak bisa berpaling lagi.
            Amir Hamzah menggambarkan Tuhan (Engkau) sebagai kendil (lilin) kemerlap. Ini ditrasformasikan Chairil dalam ”Doa”, sifat Tuhan sebagai kerdip lilin di kelam sunyi.
            Si aku dalam sajak Amir Hamzah ragu-ragu karena tak dapat menangkap wujud Engkau: Aku manusia / Rindu rasa / Rindu rupa // Di mana Engkau / Rupa tiada / Suara sayup / Hanya kata merangkai hati //. Bahkan si aku merasa diperhatikan: Engkau cemburu / Engkau ganas / Mangsa aku dalam cakarmu / Bertukar tangkap dengan lemas //.  Hal ini ditransformasikan Chairil: Tuhanku / Dalam termangu aku masih menyebut nama-Mu // Biar susah sungguh mengingat Kau penuh seluruh //. Penderitaan si aku dalam sajak Amir Hamzah (bait ke-3, 4, 5) ditransformasikan Chairil Anwar: Tuhanku / Aku hilang bentuk / remuk / ... / aku mengembara di negeri asing.
            Meskipun demikian, si aku Amir Hamzah kembali juga kepada Engkau, kekasihnya: Nanar aku, gila sasar / Sayang berulang padamu juga / Engkau pelik menarik ingin / Serupa dara di balik tirai // Kasihmu sunyi / Menunggu seorang diri /. Ini ditrasformasikan Chairil dalam ”Doa”: Tuhanku / aku mengembara di negeri asing // Tuhanku / di pintu-Mu aku mengetuk / aku tidak bisa berpaling.
            Meskipun ada persamaan ide antara kedua sajak tersebut, namun pelaksanaannya, yaitu mengekspresikannya, berbeda, menyebabkan hasilnya pun berbeda. Hal ini disebabkan adanya perbedaan tanggapan terhadap Tuhan (wujud Tuhan).
            Amir Hamzah menanggapi wujud Tuhan sebagai kekasih, Tuhan dianthropomorfkan, diwujudkan sebagai manusia: kekasih, gadis. Dengan demikian, kiasan-kiasannya bersifat personifikasi dan romantis: Pulang kembali aku padamu / Seperti dahulu / .../ Kaulah kandil kemerlap / ... / Melambai pulang perlahan / Sabar, setia selalu // ... / Engkau pelik menarik ingin / Serupa dara di balik tirai // Kasihmu sunyi / Menunggu seorang diri.
            Amir Hamzah ingin menangkap wujud Tuhan seperti hal yang berbentuk wadag: Satu kekasihku / Aku manusia / Rindu rasa / Rindu rupa//. Yang diinginkan Amir Hamzah pertemuan dengan Tuhan seperti halnya Nabi Musa: Hanya satu kutunggu hasrat / serupa Musa di puncak Tursina (”Hanya Satu”). Tuhan digambarkan sebagai gadis yang pencemburu dan ganas (di sini juga digambarkan  sebagai binatang  bas): Engkau cemburu / Engkau ganas / Mangsa aku dalam cakarmu / Bertukar tangkap dengan lepas.
            Hal tersebur lain dari yang digambarkan wujud Tuhan menurut konsep Chairl Anwar. Antara aku dan engkau itu ada jarak. Kekuasaan Tuhan itu mutlak, ada hamba dan Tuhan. Maka Chairil Anwar tak memberinya bentuk manusia, melaikan hanya kekuasaan-Nya yang terasa. Tuhan memancarkan cahaya yang panas, meskipun juga untuk menerangi hati manusia: caya-Mu panas suci / tinggal kerdip lilin di kelam sunyi //. Manusia tak dapat berbuat laian kecualai hanya bersrah diri dan mengadukan nasibnya sebab hanya Dia tumpuan keluh dan tangis manusia: Tuhanku / aku hilang bentuk / remuk // Tuhanku / aku mengembara di negeri asing.
            Dalam gaya ekspresi, Chairil Anwar mempergunakan haya semacam imagisme, yaitu gaya yang mengemukakan pengertian dengan citra-cita, gambaran-gambaran, atau imaji-imaji: Tuhanku / aku hilang bentuk / remuk /... / aku mengembara di negeri asing //. Maka, kata-kata yang kalimatnya ambigu. Amir Hamzah mempergunakan citra-citra juga, tetapi tidak untuk mengemukakan pengertian, melainkan untuk mengkonkretkan tanggapan. Kaulah Kandil kemerlap / Pelita jendela di malam gelap / Melambai pulang perlahan / Sabar, setia selalu / ... / Engkau cemburu / Engkau ganas / Mangsa aku dalam cakarmu / Bertukar tangkap dengan lepas.// Di sini kata-kata dan kalimatnya tidak ambigu, bahkan mendekati kepolosan (diafan).


2 komentar:

Unknown mengatakan...

Did you know there's a 12 word phrase you can communicate to your partner... that will trigger deep feelings of love and impulsive attraction for you deep within his chest?

Because deep inside these 12 words is a "secret signal" that triggers a man's impulse to love, look after and care for you with all his heart...

====> 12 Words Will Trigger A Man's Desire Response

This impulse is so built-in to a man's brain that it will drive him to try harder than before to to be the best lover he can be.

Matter-of-fact, fueling this mighty impulse is absolutely mandatory to getting the best possible relationship with your man that the instance you send your man one of the "Secret Signals"...

...You will immediately find him expose his soul and heart for you in a way he haven't expressed before and he will perceive you as the one and only woman in the galaxy who has ever truly attracted him.

MisterI mengatakan...

Terima kasih. Saya jadi paham tentang intertekstual puisi