Pengkajian Fiksi Berdasarkan
Pendekatan Resepsi
Tanggapan
pembaca terhadap karya sastra disebut
resepsi sastra yang lebih dikenal
adalah kritik respons pembaca. Paradigma sastra ini menjelaskan bahwa
makna karya sastra adalah hasil interpretasi yang dibangun, didirikan dan
dikonstruksi oleh pembaca serta penulis terhadap sebuah teks pembacaan.
Konsentrasi bereferensi pada tindak kreatif pembaca dalam memasukkan makna ke
dalam teks sastra. Paradigma ini beranggapan bahwa orang yang berlainan akan
menginterpretasikan karya sastra secara berlainan pula, dan begitu seterusnya
Ilmu
sastra yang berhubungan dengan tanggapan pembaca terhadap karya sastra disebut estetika resepsi, yaitu ilmu keindahan
yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan atau persepsi pembaca terhadap karya
sastra.
Menurut Abrams (1976: 6-7) pada dasarnya orientasi
terhadap karya sastra , pertama, karya
sastra itu merpakan tiruan alam atau penggambaran alam. Orientasi ini merupakan pendekatan para ahli
sastra sejak zaman Plato dan aristoteles (abad ke-4SM) yang menganggap karya
sastra itu sebagai tiruan alam. Kedua, karya satra itu merupakan alat
atau sarana untuk mencapai tujuan tertentu pada pembacanya. Orientasi ini
adalah orientasi kaum Humani, kaum Thomis,
dan kaum Marxis. Ketiga, karya
sastra merupakan pancaran perasaan, pikiran, ataupun pengalaman sastrawan.
Orientasi ini adalah orientasi kaum romantik yang menganggap karya sastra
sebagai pancaran pribadi pengarang. Keempat, karya sastra itu merupakan
sesuatu yang otonom, mandiri, lepas dari alam sekelilingnya, pembaca maupun pengarangnya.
Orientasi ini adalah orientasi pada Kritikus Baru, dan aliran Chicago (Abrams,
1981: 7).
Menurut
Teeuw (1983: 59) karya sastra sangat erat hubungannya dengan pembaca, yaitu
karya sastra ditujukan kepada pembaca, bagi kepentingan masyarakat pembaca. Di
samping itu, pembacalah yang menentukan makna dan nilai karya sastra. Karya
sastra tidak mempunyai arti tanpa ada pembaca yang menanggapinya. Karya sastra
mempunyai nilai karena ada pembaca yang menilaia.
Seorang pembaca mengharapkan bahwa karya
sastra yang dibacanya sesuai dengan pengertian sastra yang dimilikinya. Dengan
demikian, pengertian mengenai sastra seorang dengan orang lain mungkin berbeda.
Perbedaan itu disebut perbedaan cakrawala harapan. Cakrawala harapan seseorang
ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan menganggapi
karya sastra.
Menurut Segers (1978:41) ada tiga kreteria cakrawala
harapan. Pertama, ditentukan oleh
norma-norma yang terpancar dari teks-teks yang telah dibaca; kedua, ditentukan oleh pengetahuan dan
pengalaman atas semua teks yang telah dibaca sebelumnya; ketiga, pertentangan antara fiksi dan kenyataan yaitu, kemampuan
pembaca untuk memahami, baik dalam horizon ‘sempit’ dari harapan-harapan sastra
maupun dalam horizon ‘luas’ dari pengetahannya tentang kehidupan.
Karya sastra merupakan penjelmaan ekspresi yang
padat, maka hal yang kecil-kecil tidak dapat diungkapkan, begitu juga hal-hal
yang tidak langsung berhubungan dengan cerita atau masalah. Dengan demikian,
setiap pembaca diharapkan mengisi kekosongan tersebut. Bahkan oleh Segers
(1980:39) mengungkapkan bahwa makin banyak tempat yang kosong, karya sastra
makin bernilai. Namun ada batasnya, yaitu kalau terlalu banyak yang kosong
menyebabkan pembaca tidak dapat mengisinya. Cakrawala harapan dan tempat
terbuka merupakan pengertian dasar untuk memahami estetika harapan.
Metode estetika
resepsi berdasarkan teori bahwa karya sastra itu sejak terbitnya selalu
mendapat resepsi atau tanggapan para pembacanya. Menurut Jauss (1974: 12)
apresiasi pembaca terhadap sebuah karya sastra akan dilanjutkan dan diperkaya
melalui tanggapan-tanggapan yang lebih
lanjut dari generasi ke generasi. Dengan cara ini makna histories karya sastra
akan ditentukan dan nilai estetiknya terungkap.
Sebuah
karya sastra bukanlah objek yang berdiri sendiri. Sebuah karya sastra merupakan
orkestrasi yang selalu menyuarakan suara-suara baru di antara para pembacanya
(Jauss, 1974:14).
Dalam
metode estetika resepsi ini diteliti tanggapan-tanggapan setiap priode, iaitu
tanggapan-tanggapan sebuah karya sastra oleh para pembacanya. Pembaca dalam
hubungan ini yang dimaksud adalah para kritikus sastra dan ahli sastra yang
dipandang dapat mewakili para pembaca pada priodenya. Menurut Vodicka (1964: 78) yaitu ahli sejarah, para ahli
estetika, dan para kritikus.
Para ahli sastra
di setiap priode memberikan komentar-komentar berdasarkan konkretisasinya
terhadap karya sastra yang bersangkutan. Kongkretisasi
adalah istilah yang dikemukakan oleh Vodicka berasal dari Roman Ingarden
yang berarti pengonkretan makna karya sastra atas dasar pembacaan dengan tujuan
estetika (Vodicka, 1964: 78-79).
Lanjut, Vodicka (1964: 78-79) mengemukakan bahwa para
ahli sejarah sastra, para ahli estetika, dan para kritikus tidak selalu sama
mengenai norma tunggal ‘yang benar’ sebab memang tidak ada norma estetika
tunggal yang benar. Efek estetika karya sastra sebagai keseluruhan, begitu juga
konkretisasinya, tunduk kepada perubahan yang terus-menerus.
Kekuatan
sebuah karya sastra tergantung pada kualitas yang dikandung secara potensial
karya itu dalam perkembangan norma sastra, jika karya sastra dinilai positif,
berarti karya tersebut mempunyai jangka hidup yang lebih panjang daripada
sebuah karya yang efektivitas estetiknya habis pada masanya ((Vodicka, 1964:
79).
Seperti
halnya yang dikemukakan oleh Segers (1978: 49) bahwa penelitian dengan metode
estetika resepsi yaitu: (a) merekonstrksi bermacam-macam konkretisasi sebuah
karya sastra dalam masa sejarahnya dan (2) meneliti hubungan di antara
konkretisasi itu di satu pihak dan di lain pihak meneliti hubungan di antara
karya sastra dengan konteks histories yang memiliki konkretisasi- konkretisasi itu.
Berangkat
dari uraian tersebut, berikut akan ditampilkan tanggapan pembaca tentang novel Tarian Setan karya Saddam Hussein. Namun
sebelumnya diperhatikan lebih dahulu sinopsis novel tersebut.
1.
Sinopsis
Novel Tarian Setan karya Saddam
Hussein
Judulnya Tarian
Setan, ini novel keempat Saddam. Sejak 2001, penguasa 24 tahun Irak itu
menerbitkan satu novel setiap tahun. Semua novel menyajikan gaya dan tema yang
senapas: perseteruan tiga agama langit di Timur Tengah pada abad ke- 6.
Tarian Setan secara khusus mengaitkan diri dengan peristiwa "Selasa
Kelabu", 9 September 2001, ketika dua pesawat Boeing 737 ditabrakkan ke
menara kembar World Trade Center di New York, Amerika Serikat.
Ada sosok Hasqil si
tamak, licik, dan haus kekuasaan yang bersekongkol dengan kepala suku adikuasa
Romawi. Ada
penaklukan suku-suku dan pemerasan rakyat yang menghasilkan menara kembar,
tempat menimbun harta hasil memeras rakyat. Ada tokoh Salim, simbol pemersatu suku-suku
melawan persekongkolan adikuasa.
Ibrahim
kemudian mengusir Hasqil karena anak itu tertangkap meraba payudara dan akan
memperkosa anak seorang kepala suku . Hasqil digambarkan sebagai anak yang
pandai berkelakar, suka berdebat, cerdik memikat hati orang. Berkat wataknya
itu, ia berhasil menyusup ke pelbagai suku. Tapi, di balik sikap menyenangan
itu, Hasqil sebenarnya berhati culas.
Untuk
menghidupi dirinya ia berdagang emas dan alat perang. Agar barangnya laku,
Hasqil mengadu domba suku-suku supaya berperang. Siapa yang kalah kesanalah ia
akan merapat seraya tetap menjalin hubungan baik dengan suku yang menang.
Petualangannya sampai di suku al-Mudtharrah yang sedang berselisih dengan suku
al-Mukhtarah. Hasqil datang untuk mempercepat peperangan.
Al-Mudhtharrah
kemudian kalah. Hasqil menghasut warga agar mengasingkan kepala suku yang tak
becus memimpin perang. Dengan dukungan Romawi, Hasqil diangkat menjadi kepala
suku al-Mudhtharrah yang baru. Ia bahkan meniduri istri kepala suku yang silau
dengan kalung dan berlian.
Tapi, selalu
ada perlawanan dari setiap pemakzulan. Lazzah, anak gadis kepala suku, yang
sejak awal mencium niat jahat Hasqil segera menyusun kekuatan. Ia mendekati
para pemuda, memberi kesadaran kepada perempuan, agar bangkit semangat
perempuan sukunya. Dia mulai dari teman-teman dekatnya, anak-anak pamannya
untuk melawan melawan. Kemudian muncul tokoh Salim yang tampil memimpin
pasukan. Pertempuran sengit pun tak bisa dielakkan.
Kekuasaan Hasqil dan Romawi runtuh dengan terbakarnya menara yang
diagungkan,.
2. Kajian Resepsi Novel Tarian Setan Karya Saddam
Tanggapan
pembaca terhadap novel Tarian Setan relatif
ada yangtanggapan. Sesuai apa yang ditemukan penulis di internet yang diakses
taggal 24 Mei 2008 seorang pembaca menguraikan bahwa sesuai dengan judulnya Tarian Setan, (disingkat T.S) tidak
mengherankan tokoh utamanya berkelakuan atau karakternya persis seperti
karakter setan. Ini novel keempat Saddam. Sejak 2001, penguasa 24 tahun Irak
itu menerbitkan satu novel setiap tahun. Semua novel menyajikan gaya dan tema
yang senapas: perseteruan tiga agama langit di Timur Tengah pada abad ke- 6.
Tarian Setan secara khusus mengaitkan diri dengan peristiwa "Selasa
Kelabu", 9 September 2001, ketika dua pesawat Boeing 737 ditabrakkan ke
menara kembar World Trade Center di New York, Amerika Serikat.
Kisahnya dibuka dengan cerita tiga cucu
Ibrahim: Hasqil, Yusuf, dan Mahmud, di Efrat. Keluarga ini berpindah tempat
mukim karena mengikuti Ibrahim menyebarkan agama Allah ke pelbagai suku di
Arab. Hasqil tentu saja mewakili Yahudi, Yusuf sebagai Nasrani, dan Mahmud yang
Islam.
Novel ini
mengambil sepenuhnya kisah Hasqil yang digambarkan Saddam persis perawakan
Ariel Sharon, Perdana Menteri Israel
periode 2001-2006: bungkuk, alis tipis, hidung panjang, dan kepala botak.
Berbeda dengan dua adiknya yang penurut, Hasqil sudah membangkang sejak kecil.
Ia sering mendebat kakeknya jika mereka sedang mengobrol tentang agama.
Ibrahim kemudian
mengusir Hasqil karena anak itu tertangkap meraba payudara dan akan memperkosa
anak seorang kepala suku (T.S, 41) sebagaimana kutipan berikut ini
… Dia terjekut
dan berusaha lari. Saat itu pembantunya sedang tak ada di rumah. Aku menariknya
sebelum ia sempat kabur dari rumah. Tangan kiriku membekap mulitnya dan tangan
kananku mendekapnya. Aku menyeretnya ke dalam rumah. Hamper saja aku menodainya
sebab yakin ia tak mungkin berteriak karena hanya akan membuka aibnya. Aku
terpaksa menunda melakukannya di hari berikutnya. Dia tak mungkin ingkar janji
akan melayaniku. Tak seorang pun yang akan mencegah keinginanku. Suara kedua
pembantunya membuatku harus keluar rmha dari arah samping. Aku terpaksa
menundanya. Aku berharap hari ini akan menuntaskan hasratku (T.S, 2006: 41)
Hasqil digambarkan sebagai anak yang pandai
berkelakar, suka berdebat, cerdik memikat hati orang. Berkat wataknya itu, ia
berhasil menyusup ke pelbagai suku. Tapi, di balik sikap menyenangan itu,
Hasqil sebenarnya berhati culas.
Untuk menghidupi diri
ia berdagang emas dan alat perang. Agar barangnya laku, Hasqil mengadu domba
suku-suku supaya berperang (T.S, 98). Hal ini sesuai uraian yang terdapat dalam
novel tersebut
“Aku tak mau punya
kuda, domba, atau unta sebab pekerjaan itu berat dan hasilnya murak
dibandingkan emas. Tapi bukankah pertanian adalah ukuran umum kekayaan manusia.
Jumlahnya sekarang sedikit bahkan sebagian perempuan lebih ingin punya emas dan
perak. … aku kini punya banyak emas serta perak, dan seorang pun yang
memerangiku (T.S, 2006: 98).
Siapa yang kalah kesanalah ia akan merapat
seraya tetap menjalin hubungan baik dengan suku yang menang. Petualangannya
sampai di suku al-Mudtharrah yang sedang berselisih dengan suku al-Mukhtarah.
Hasqil datang untuk mempercepat peperangan.
Al-Mudhtharrah
kemudian kalah. Hasqil menghasut warga agar mengasingkan kepala suku yang tak
becus memimpin perang. Dengan dukungan Romawi, Hasqil diangkat menjadi kepala
suku al-Mudhtharrah yang baru. Ia bahkan meniduri istri kepala suku yang silau
dengan kalung dan berlian.
Tapi, selalu ada
perlawanan dari setiap pemakzulan. Lazzah, anak gadis kepala suku, yang sejak
awal mencium niat jahat Hasqil segera menyusun kekuatan. Ia mendekati para
pemuda, memberi kesadaran kepada perempuan, agar bangkit semangat perempuan
sukunya. Dia mulai dari teman-teman dekatnya, anak-anak pamannya untuk
melawan
“kamu dari mana?
Tanya ibunya, dari rumah sepupu-sepupuku. Ibunya langsung curiga. Apa yang kamu
bicarakan dengan mereka. Biasa bu, urusan anak gadis. O ya katanya Hasqil akan
menikahi ibu? Sudah bertahun-than Ibu menunggu, tapi itu tak kunjung
terlaksana. Apa yang ditunggu oleh Haqil? Apa dia menunggu orang besar? Atau ibu
yang menunggu jadi orang besar?” (T.S. 2006:140)
Kemudian muncul tokoh Salim yang tampil memimpin pasukan.
Pertempuran sengit pun tak bisa dielakkan.
Saddam menyajikan
novel ini secara kronologis. Pertempuran itu berakhir dengan runtuhnya dua menara
kembar yang dibangun Hasqil untuk menumpuk kekayaan, senjata, sekaligus simbol
persekutuannya dengan Romawi. Dua pemuda masuk melumatkan diri membakar menara
itu. Tampak lautan api menyelimuti menara kembar yang memusnahkan segala yang ada di dalamnya (T.S, 263). Perang dua hari dua malam itu terjadi di bulan
September!
Begitu
melihat api seperti neraka, yang lidahnya melalap menara kembar. Haqil mengusap
debu yang menempel di wajahnya. “Celaka! Hilang sudah semua harta yang
kukumpulkan bertahun-tahun. Ini bencana terbesar buatku dan kepala suku Romawi,
“
“Aku
saranka kamu membanun lagi menara kembar lain. Yang satu kamu jual, dan satunya
kamu sewakan kepada suku kami. Dan kamu, pergi saja ke neraka bersama keponakan-keponakanmu, “ kata salah
seorang tentara Romawi.
Islam
adalah agama moral yang memiliki fungsi sebagai “jalan kebenaran” untuk
memperbaiki kehidupan sosial umat manusia. Memahami Islam secara substantif
akan menjadi panduan universal dalam tindakan moral. Memahami Islam tidak hanya
sebatas ritual ibadah saja, tapi perlu juga dimaknai secara lebih luas, iaitu
bagaimana usaha dijadikan Islam sebagai
panduan moral yang murni.
Menurut Mahmud Ayyoub, Islam hadir ke dalam sebuah masyarakat diatur melalui prinsip-prinsip moral yang tidak didasarkan oleh iman terhadap kekuasaan Tuhan, melainkan didasarkan pada adat yang dihormati sehingga mampu membentuk nilai-nilai masyarakat dan struktur moralnya. Islam sangat mempertegas nilai-nilai kebaikan moral, seperti kesabaran, keramah-tamahan, dan kejujuran, yang itu tidak saja ditujukan kepada keluarga terdekat, tapi juga bagi seluruh umat manusia, baik bagi anak yatim, orang miskin, dan sebagainya.
Menurut Mahmud Ayyoub, Islam hadir ke dalam sebuah masyarakat diatur melalui prinsip-prinsip moral yang tidak didasarkan oleh iman terhadap kekuasaan Tuhan, melainkan didasarkan pada adat yang dihormati sehingga mampu membentuk nilai-nilai masyarakat dan struktur moralnya. Islam sangat mempertegas nilai-nilai kebaikan moral, seperti kesabaran, keramah-tamahan, dan kejujuran, yang itu tidak saja ditujukan kepada keluarga terdekat, tapi juga bagi seluruh umat manusia, baik bagi anak yatim, orang miskin, dan sebagainya.
Pandangan
orang yang mengedepankan kepentingan berbeda dengan pandangan orang yang
berperinsip. Orang yang hanya tahu kepentingannya sendiri tak pernah memikirkan
target jangka panjang yang akan dicapai dalam kurung waktu yang lama. Walau
sama butuh pengorbanan tapi umumnya hanya untuk kepentingan sesaat. Orang yang
punya prinsip tak pernah melupakan realitas yang terjadi dan tak menerima
mentah-mentah realitas yang ada. (T.S, 174).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar