Analisis Latar Belakang Sosial-Budaya
dalam Puisi
Menurut Teeuw
(1983) untuk dapat memberikan makna sepenuhnya kepada sebuah sajak, analisis
tidak dapat dilepaskan dari latar belakang kemasyarakatan dan budanyanya. Karya
sastra itu mencerminkan masyarakatnya dan secara tidak terhindarkan
dipersiapkan oleh keadaan masyarakat dan kekuatan-kekuatan pada zamannya
(Abrams, 1981). Hal ini mengingat bahwa sastrawan itu adalah anggota
masyarakat, maka ia tidak dapat lepas darinya. Latar sosial budaya itu terwujud
dalam karakter tokoh-tokoh yang dikemukakan, sistem kemasyarakatan,
adat-istiadat, pandangan masyarakat, kesenian, dan benda-benda kebudayaan yang
terungkap dalam karya sastra.
Untuk
memahami dan memberi makna sajak yang ditulis oleh penyair Sunda, Bali, Jawa,
Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja (Sulawesi Selatan) diperlukan pengetahuan
tentang latar belakang sosial-budayanya yang melatarinya. Misalnya untuk
memahami sajak Linus Suryadi yang berlatar budaya wayang, maka pembaca harus
mengetahui wayang. Dalam ”Asmaradana” diceritakan episode cerita Ramayana.
Asmaradana
adalah nama sebuah tembang Jawa yang berisi cerita percintaan. Sita dibakar
untuk membuktikan kesuciannya, belum terjamah oleh Rahwana yang mencurinya dari
Rama suami Sita. Namun dalam sajak ”Asmaradana” ini cerita diubah oleh Subagio,
yaitu Sita memang melakukan sanggama dengan raksasa (Rahwana) yang
melarikannya. Untuk mengemukakan pandangan atau pendapat penyair sendiri bahwa
manusia itu tidak dapat terlepas dari nalurinya. Dalam cerita Ramayana
(wayang), Sinta dibakar di api suci tidak terbakar, ini membuktikan
kesuciannya. Untuk lebih jelasnya analisis sajak berdasarkan latar belakang
sosial-budaya, dapat diperhatikan berikut ini.
Asmaradana
Sita di tengah nyala api
tidak menyakal
betapa
indahnya cinta birahi
Raksasa melarikannya ke
hutan
begitu lebat bulu
jantannya
dan Sita menyerahkan
diri
Dewa tak melindunginya
dari neraka
tapi Sita tak merasa
berlaku dosa
sekedar menurutkan
naluri
Pada geliat sekarat
terlompat doa
jangan juga hangus dalam
api
sisa mimpi dari sanggama
Pembaca tidak dapat memahami sajak ini tanpa pengetahuan
wayang atau cerita Ramayana. Cerita itu merupakan episode akhir dari cerira
Rama. Sesudah Rama mengalahkan Rahwana dan membunuhnya, Rahwana raja Alengka yang mencuri Sinta, maka Rama dapat berjumpa
kembali dengan Sita istrinya. Akan tetapi, Rama meragukan kesucian Sinta,
betapapun Sita menyatakan bahwa ia tidak pernah terjamah Rahwana. Untuk
membuktikan kesuciannya itu Sinta bersedia dibakar, bila terbakar berarti ia
pernah dijamah Rahwana, bila tidak terbakar berarti ia masih tetap suci. Dalam
cerita wayang memang Sita tidak terbakar karena ditolong oleh dewa sebab memang
ia sungguh masih suci, ia selalu menolak bila dirayu oleh Rahwana. Akan tetapi,
dalam sajak itu ceritanya dengan sengaja diubah oleh Subagio untuk mengemukakan
pikirannya sendiri. Ini menunjukkan ’kreativitas’ subagio sebagai seorang
penyair.
Untuk
menunjukkan pemahaman sajak dengan mengingat latar sosial yang mendasarinya,
dapat diperhatikan sajak Darmanto Jt
(1980) berikut ini.
Isteri
..isteri mesti
digemateni
Ia sumber berkah dan rejeki
(Towikromo, Tambran,
Pundong, Bantul)
Isteri
sangat penting untuk ngurus kita
Menyapu
pekarangan
Memasak
di dapur
Mencuci
di sumur
Mengirim
rantang ke sawah
Dan
ngeroki kita kalau masuk angin
Ya,
isteri sangat penting untuk kita
Ia
sisihkan kita
Kalau kita pergi kondangan
Ia
tetimbangan kita
Kalau kita mau jual palawija
Ia
teman belakang kita
Kalau kita lapar dan mau makan
Ia
sigaraning nyawa kita
Kalau kita
Ia
sakti kita !
Ah lihatkah. Ia menjadi sama penting
dengan
kerbau, luku, sawah, dan pohon kelapa
Ia kita cangkul malam hari dan tidak pernah
ngeluh walau cape
Ia selalu rapih menyimpan benih yang kita
tanamkan dengan rasa
sukur: tahu terima kasih dan meninggikan harkat
kita sebagai
lelaki. Ia selalu memelihara anak-anak kita
dengan bersungguh-sungguh seperti kita memelihara ayam, itik, kambing atau
jagung.
Ah. Ya. Isteri sangat penting bagi kita justru
ketika kita mulai
melupakannya:
Seperti lidah ia
di mulut kita
tak terasa
Seperti
jantung ia di dada kita
tak teraba
Ya. Ya. Isteri sangat
penting bagi kita justru ketika kita mulai
melupakannya:
Jadi waspadalah !
Tetap, madep, manteb
Gemati, nastiti, ngati-ati
Supaya kita mandiri – perkasa dan pinter
ngatur hidup
Tak tergantung tengkulak, pak dukuh, bekel
atau lurah
Seperti Subadra bagi Arjuna
makin jelita ia di antara maru-marunya
Seperti Arimbi bagi Bima
jadilah ia jelita ketika melahirkan jabang
tetuka
Seperti Sawitri bagi Setyawan
Ia memelihara nyawa kita dari malapetaka
Ah. Ah. Ah
Alangkah pentingnya
isteri ketika kita mulai melupakannya
Hormatilah
isterimu
Seperti
kamu menghormati Dewi Sri
Sumber
hidupmu
Karena
memang demikianlah suratannya
--
Towikromo
Dalam sajak ”Isteri” tergamar lingkungan sosial-budaya
petani Jawa. Hidup mati petani ini ditentukan oleh sawah, kerbau dan alat-alat
pertanian, ditentukan berhasil atau tidaknya menanam padi. Menurut pandangan
petani Jawa, tanaman padi akan subur dan berbuah lebat, serta panenan akan
berhasil bila mendapat berkah dan restu dari Dewi Sri, dewi padi. Oleh karena
itu, para petani Jawa sangat menghormati dan menjunjung tinggi Dewi Sri,
membuat selamatan dan sesaji untuk mendapatkan berkahnya, yaitu pada waktu
mulai menanam padi dan di waktu panen.
Bagi
petani, kerbau dan alat-alat pertanian itu sangat penting bagi kelangsungan
hidupnya, bahkan merupakan hidup matinya. Dipandang dari sudut pandang
sosial-budaya pertanian, penjajaran istri dengan kerbau itu tidak dimaksudkan
merendahkan kedudukan istri sebab kerbau itu sangat penting, merupakan hidup
matinya pula.
Pada
umumnya, dalam pandangan sosial-budaya masyarakat Jawa, lebih-lebih petani,
kedudukan istri seperti tergambar dalam bait pertama. Hal itu sudah merupakan
adat kebiasaan turun-temurun. Jadi, yang
kelihatannya aneh buat masyarakat atau bangsa lain sesungguhnya tidak aneh
dalam masyarakat Jawa. Dengan memahami latar belakang sosial-budaya demikian
itu, orang dapat memahami kesungguhan sajak itu bahwa istri petani sangat
penting dan cukup terhormat kedudukannya, bukan hanya sebagai benda kekayaan,
pelayanan, ataupun budak suami.
Dalam
latar budaya petani Jawa, Dewi Sri itu sangat terhormat yang disejajarkan
dengan isteri (bait terakhir) ”Hormatilah isterimu sepeti kamu menghormati Dewi
Sri sumber hidupmu. Di samping itu, isteri juga disamakan Subadra isteri Arjuna. Dalam cerita wayang.
Arjuna itu banyak istrinya, yang utama adalah Subadra karena lembut hatinya,
cantik, dan baik hati, kepada maru-marunya ia bertindak adil, tidak membenci,
penuh kasih sayang hingga maru-marunya pun baik kepadnya.
Demikian
pula, isteri dibandingkan dengan Arimbi istri Bima, yang melahirkan Bambang
Tetuka (Gatutkaca), ia memelihara anaknya dengan penuh kasih sayang. Sama
halnya isteri petani itu dibandingkan dengan Sawitri, seorang isteri yang
karena sangat cintanya kepada suami, maka ia memaksa Dewa Yama, dewa maut yang
mencabut nyawa Seytawan suaminya. Akhirnya, Yana mengabulkannya, mengembalian
nyawa ke tubuh Setyawan dengan janji bahwa hidup Setyawan itu harus ditebus
dengan setengah masa hidup Sawitri sendiri. Dengan demikian, hidup kembali
dengan bahagia.
Seirama
dengan analisis sajak Isteri, di
Provinsi Sulawesi Selatan dan Barat dikenal suku Bugis, Makassar, Mandar, dan
Toraja. Untuk mengenal budaya, ambillah misalnya suku Bugis memiliki sikap
keteguhan (agettengeng) berarti tidak kendur; tidak mudah terpengaruh oleh
berbagai godaan ataupun tantangan yang dapat mempengaruhi keyakinannya. Sikap
memertahankan keteguhan hati atau keteguhan pendirian merupakan cerminan
implementasi budaya sirik (malu).
Keteguhan
suku (manusia) Bugis dalam pendiriannya mengakibatkan seseorang itu tidak akan
bergeser sedikit pun dari apa yang pernah dikatakan. Ia lebih baik mati
terhormat (mate risantangi) daripada
dia mengingkari kesepakatan yang telah dibuat bersama. Dalam pandangan Bugis,
orang yang tidak teguh dalam pendirian, tidak bisa diberi amanah dan tanggung
jawab. Hanya orang yang teguh pendirian yang dapat dipercaya, karena orang itu
tidak akan mengkhianati amanah yang diterima, apa pun resiko bagi dirinya. Hal
ini tercermin lewat puisi (elong)
berikut ini.
pura tala’ni ada e
itongko’ni batu pipi
tawaddeni rilengga
(alla) maruttung langi’e
Terjemahan
kalau
kata (janji) sudah disampaikan
sudah
ditutup rapat dengan batu
tidak
akan mungkin dibuka lagi
biarpun
langit akan runtuh (Amaluddin, 2009: 388)
Penggalan
puisi tersebut menggambarkan suatu keteguhan hati dan prinsip hidup yang kokoh
dan tak tergoyahkan sedikit pun. Kalimat itongko’ni
batu pipi/ tawaddeni rilengga, bermakna jika janji sudah diikrarkan, tidak
bisa diingkari, walaupun langit akan runtuh. Ikrar yang teguh untuk
melaksanakan kesepakatan merupakan wujud keteguhan pendirian dari seseorang
yang memegang prinsip hidupnya, sehingga merupakan siri baginya jika mengingkari kesepakatan.
Sementara
itu, suku Makassar pun mengenal budaya sirik
sebagaimana suku Bugis, dan bahkan dipahami bahwa budaya sirik bagi suku Bugia dan Makassar adalah budaya milik kolektif. Konsep Siri na Pacce didasari
dengan perasaan malu sehingga rela menanggung konsekwensinya. “Siri” artinya
‘malu’ sedangkan pacce artinya ‘tak membiarkan; tidak tega; iba kepada
seseorang”. Sehingga kalau kehormatannya merasa terinjak-injak, baik pada
dirinya maupun keluarga atau pun kelompoknya maka mereka rela melakukan
tindakan tanpa berpikir panjang dan siap menanggung segala resikonya. Selain
itu, konsep sirik na pacce mengandung
pula pengertian bahwa malu bila tidak melakukan kebaikan dan tak berguna bagi
orang lain. Oleh karena dalam puisi (kelong) banyak mengekspresikan tentang nilai-nilai misalnya
nilai-nilai keagamaan, nilai filosofis, nilai etis, dan nilai estetis. Berikut
ini contoh puisi (kelong) yang
mengeksprersikan nilai etis ketika Tumalompoa,
atau Penguasa Belanda di Makassar, memaksa Datu Museng Menyerahkan
istrinya, I Maipa kepada Belanda. Datu Museng
berpesan melalui puisinya, sebagaimana berikut ini
Kalamangku Tappu kulik
Eknek tassiraeng-raeng
Kalasarani
Tampangassengak lajak (Hakim dkk., 1998:23)
Terjemahan
Biar
kulitku hancur
Robek
tidak karuan
Daripada
nasrani
Tak
tahu sopan
Ungkapan tappu kulik
dan eknek tassiraeng-raeng punya makna rela mati dalam memertahankan
prinsip-prinsip kebenaran. Keberanian dalam membela dan memertahankan kehormatan istrinya tertanam kokoh dalam
Datumuseng. Mati terhormat lebih baik daripada hidup ternoda.
Puisi Makassar masih tetap
dipakai dalam interaksi dalam lingkungan keluarga khususnya dalam strarata
sosial tertentu dan dalam acara ajjangang-jangang
(melamar gadis). Ketika remaja mengincar seorang gadis misalnya, secara spontan
orangtua menyampaikan pesan lewat puisi,sebagaimana berikut ini.
Teako jalling matai
anjo tope tassampea.
Nia patanna
Tanakalimbuki mami
Terjemahan
Jangan engkau lirik
Sarung yang tergantung itu
ada yang punya
tinggal menunggu waktu yang tepat
Kemudian puisi tersebut
dijawab oleh orang (anak) yang melirik gadis itu, sebagaimana berikut ini.
Susa tongi takujalling
anjo tope tassampea
anjo patanna
tena tompa tantuanna.
Terjemahan
Gundah hati saya
Bila tidak melirik sarung yang tergantung itu
Karena yang empunya
Belum ada kepastian
Keunikan kelong ini adalah
karena dianggap memiliki nilai yang sangat tinggi sebagai ekspresi kesantunan
dalam interaksi melamar gadis. Sehingga kalau salah menyampaikan biasanya
lamaran si pemuda ditolak, karena dianggap kurang sopan. Oleh karena itu,
utusan dari pihak laki-laki adalah orang-orang tertentu yang pandai berpuisi,
sebelum memasuki acara inti yaitu membicarakan tentang pinangan mereka (Ali,
2009: 13).
Kalindaqdaq, adalah
puisi Mandar yang masih banyak digunakan oleh masyarakat pendukungnya, sebagai
sastra daerah dan sekaligus sebagai pendukung budaya dalam rangka memperkaya
khazanah budaya nasional.
Penggambaran keteguhan pada
pendirian suku Bugis menamai siri, suku
Makassar menamai sirik na pacce, sementara suku Mandar menamai masiriq. Apabila harga diri atau masiriq itu dilanggar, maka orang akan
marah dan berusaha membela dan memertahankan walaupun nyawa taruhannya.
Dalam kalindaqdaq percintaan, harga diri sangat menonjol. Oleh karena itu
masiriq timbul karena persoalan hubungan antara
seorang pemuda dan seorang gadis. Untuk lebih jelasnya diperhatikan kalindaqdaq berikut ini.
Muaq
diang na maqala
Pandeng
pura u tujuq
Apa
gunana
Pataeng
di reqdeu
Terjemahannya
Bila ada yang akan mengambil
Pandan yang sudah kuikat
Apa gunanya
Senjata tajam di pinggangku
Puisi tersebut menggambarkan
sikap seorang laki-laki yang sudah bertunangan dengan seorang gadis pilihannya.
Untuk memertahankan kehormatan dirinya, dia membawa sebilah keris sebagai
senjatanya apabila ada orang yang mencoba mengganggu gadis pilihannya. Kata panden yang bermakna pandang merupakan
simbol seorang gadis.
Demikianlan pemahaman puisi
tidak dapat dilepaskan dari latar belakang kemasyarakatan dan budayanya.
Sebagaimana uraian Pradopo (2005) bahwa sastrawan itu adalah anggota masyarakat
tidak dapat lepas dari pengaruh sosial budaya masyarakatnya. Latar sosial
budaya itu terwujud dalam tokoh-tokoh yang dikemukakan, sistem kemasyarakatan,
adat-istiadat, pendangan masyarakat,
kesenian, dan benda-benda kebudayaan yang terungkap dalam karya sastra.
2 komentar:
Do you realize there is a 12 word phrase you can communicate to your man... that will trigger intense feelings of love and instinctual attractiveness for you deep within his chest?
Because deep inside these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's instinct to love, adore and guard you with his entire heart...
12 Words Who Trigger A Man's Love Impulse
This instinct is so hardwired into a man's brain that it will make him work better than before to do his best at looking after your relationship.
Matter of fact, triggering this all-powerful instinct is so mandatory to having the best possible relationship with your man that the moment you send your man one of the "Secret Signals"...
...You'll immediately find him expose his heart and mind for you in such a way he's never experienced before and he will identify you as the one and only woman in the world who has ever truly understood him.
Your Affiliate Money Making Machine is ready -
Plus, making money with it is as easy as 1--2--3!
Here's how it all works...
STEP 1. Tell the system what affiliate products you intend to promote
STEP 2. Add push button traffic (it ONLY takes 2 minutes)
STEP 3. See how the affiliate products system explode your list and sell your affiliate products all for you!
Are you ready to make money automatically?
Get the full details here
Posting Komentar