Pengkajian Sastra dengan Pendekatan Religius
Nilai religius
adalah nilai yang berkaitan antara manusia dengan Tuhan seperti perasaan takut
berdosa, dan mengakui kebesaran Tuhan. Nilai religius adalah sifat-sifat manusia
atau tokoh cerita yang senantiasa berusaha mendekatkan dirinya kepada Tuhan.
Dengan demikian, firman Tuhan akan selalu terbayang pada tiap langkah, dan tiap
nafas sang tokoh. Oleh karena itu, manusia yang religius adalah manusia yang
pandangannya, sikapnya, dan perilakunya di dunia ini dinafasi oleh firman Tuhan.
Demikian halnya
dengan Novel Daun pun Berdzikir karya
Taufiqurrahman Al Azizy sarat akan penggambaran nilai religius. Dalam novel Daun pun Berdzikir erat hubungannya
dalam masyarakat yang dapat membangkitkan kekuatan batin dan spritual
pembangunan iman. Apabila dihayati dan dikembangkan dapat menciptakan
nilai-nilai positif yang sangat bermanfaat di kalangan masyarakat.
Novel tersebut,
merupakan sebuah novel religius yang sangat inspiratif yang akan menuntun pembaca
menemukan cinta berlandaskan kecintaan kepada Sang Maha Kuasa, karena hanya
berbekal cinta kepada-Nya, hidup akan bahagia. Pembaca akan tetap teguh dan
tegar menatap dunia dengan optimis walau cobaan terus menghantam.
Untuk memahami
nilai reegius yang terdpat dalam Novel Daun
pun Berdzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy, dapat dilihat uraian berikut.
Kajian Nilai
Religius dalam Novel Daun pun
Berdzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy
Dalam novel Daun pun Berdzikir karya Taufiqurrahman
Al Azizy ditemukan data inferensial yang mengidentifikasi nilai religius yang
terdiri atas akidah, akhlak, dan ibadah. Deskripsi nilai religius dapat dilihat
berikut ini.
1. Akidah
Akidah adalah kepercayaan dan keyakinan
terhadap Allah sebagai Ratib dan Ilah serta beriman dengan nama-namanya dan
segala sifat-sifatnya. Pun beriman akan adanya malaikat, kitab-kitab, para
rasul, hari kiamat, dan beriman dengan takdir Allah (ada baik ada buruk)
termasuk juga hal-hal yang datang dari Allah. Seterusnya patuh dan taat pada segala
ajaran dan petunjuknya. Dengan begitu akidah Islam ialah keimanan dan keyakinan
terhadap Allah dan Rasulnya serta apa yang dibawa oleh rasul yang dilaksanakan
dalam kehidupan.
Berdasarkan uraian tersebut, akidah dalam novel Daun pun Berdzikir karya Taufiqurrahman
Al Azizy dapat dirinci sebagai berikut.
a.
Cinta
kepada Allah
Kata cinta kepada Allah mempunyai arti
merindukan Allah swt. Cinta
kepada Allah dalam novel Daun pun
Berdzikir karya Taufiqurrahman Al-Azizy ditemukan pada berikut.
“Telah kudengar
rahasia hatimu kepada Haydar dari orang-orang, bahwa kalian saling mencintai…,
ya, saling mencintai. Tetapi, cinta kalian adalah cinta seorang sahabat
terhadap sahabatnya kan? Cinta kalian adalah cinta sesama insan karena Tuhan
Yang Maha Kuasa (Halaman 205)
Kalimat tersebut menggambarkan perkataan Lidya kepada
Shopy tentang cinta Shopy kepada Haydar. Cinta antara Shopy dan Haydar bukanlah
cinta seperti cinta kebanyakan. Cinta keduanya adalah cinta persahabatan, cinta
kepada Allah swt. Haydar mengetahui cara memperlakukan Shopy sebagai seorang
wanita shaleha dan bukan muhrimnya, tetapi di antara keduanya tetap bersahabat
dan menjaga persahabatannya. Haydar sangat cinta
kepada Allah. Oleh karena itu, ia mengetahui batas-batas yang harus dijaga
antara dirinya dengan Shopy meskipun orang lain mengatakan bahwa mereka saling
menyayangi. Demikian pula Shopy yang dipenjara di rumah oleh ibunya karena
dianggap jatuh cinta Allah. Dalam
menghadapi cobaan ia tetap mencintai Allah, ia pun menghabiskan malamnya kepada
Haydar.
Di samping itu, memberikan gambaran bahwa Shopy adalah wanita yang cinta kepada Allah. Dalam menghadapi cobaan ia tetap
mencintai Allah, ia pun (Shopy)
menghabiskan malamnya dengan melaksanakan shalat tahajjud. Setiap masalah yang
dihadapi hanya berserah diri kepada
Allah swt. Shopy berdoa di setiap sujudnya, tak henti-hentinya memohon ampunan kepada Allah atas apa yang telah terjadi dengan meneteskan
air mata dan berdoa agar diberi kekuatan menghadapi segala tuduhan masyarakat,
bahwa mencintai seorang pemuda miskin dan gila adalah perbuatan yang salah.
Demikian pula
sosok Kiai Musthofa, melaksanakan semua perintah Allah dan memberi nasihat
kepada Bram agar mencintai Allah seperti
berikut ini.
“Wahai,
Sahabatku. Tak ada yang bisa menolong dan memberi kekuatan kepada kita, kecuali
pertolongan dan kekuatan Allah. Tetapi, bilamana Allah kita jauhi, maka
bagaimana Dia akan memberi pertolongan dan kekuatan kepadamu? Bagaimana cintamu
bisa ditolong-Nya, sedangkan Dia sendiri tidak kau indahkan hak-hak-Nya? Aduh,
celakalah jiwa yang berpaling dari-Nya. Tak ada keburukan yang lebih buruk
lagi, kecuali tak mendapatkan cinta-Nya. Cintailah Allah agar Allah
mencintaimu. Cintailah Allah agar Allah menolong cintamu dan mengobati
kerinduanmu. Kembalilah kepada Allah, Sahabatku. Kembalilah. . . .” Bergetar
Kiai Ali Musthofa mengiringi ucapan terakhirnya
(Halaman 318)
Tersebut
menggambarkan kecintaan Kiai
Musthofa kepada Allah swt dengan cara melaksanakan semua perintahnya dan
menjauhi segala larangannya. Kiai Musthofa
menyampaikan pula hal ini kepada Bram. Allah akan mencintai ummatnya
apabila ummat tersebut mencintai pula Tuhannya, dan memperbaiki diri di hadapan
Allah, seperti berikut ini.
“sudahlah
sahabat yang sudah terjadi, biarlah terjadi. saatnya kita memperbaiki kembali
diri kita dihadapan Allah Swt.” ( Halaman 355)
Tersebut
menggambarkan keadaan Bram yang sudah sadar bahwa selama ini ia tidak
mencintai Allah. Ia sadar bahwa yang dilakukannya selama ini sangat dibenci
oleh Allah. Pemuda ini ingin mencintai
Allah setelah mengalami hal-hal yang pahit dalam hidupnya, yakni cintanya
yang bertepuk sebelah tangan. Shopy menolak cintanya. Bram menjadi sadar bahwa
penolakan cinta Shopy karena Bram tidak
mencintai Allah. Bram melakukan hal-hal buruk dan jahat demi mendapatkan
cinta Shopy. Kiai Musthofa mengingatkan dan memberi siraman rohani kepada Bram
ketika kiai Musthofa melihat tanda-tanda Bram mencintai Allah dan siap untuk
mengubah perilakunya, seperti berikut
ini.
“Kiai
Ali menyadarkanku, siapa yang harus kucintai terlebih dahulu, sebelum mencintai
semua orang, sebelum mencintai seorang gadis. Hatiku yang gersang selama ini, ternyata
itu dikarenakan aku terlalu jauh dengan Tuhanku. Bahkan, aku menjauhinya. bahkan,
aku membangkang. Sudah begitu, aku berusaha mencintai orang yang
mencintainya.Oh, betapa tak tahu diri dan tak tahu malunya diriku.” (Halaman 351
Cuplikan tersebut menggambarkan sikap Bram yang telah
menyadari kelakuannya selama ini dan bermaksud memperbaiki kesalahannya. Bram
menyadari kesalahannya setelah dinasihati oleh Kiai Musthofa. Bram bertaubat
dan mulai mencintai Allah swt.
Mencintai
Allah seperti digambarkan dalam novel Daun
pun Berdzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy dapat diterapkan dalam belajar
di sekolah. Seorang siswa yang mengaku mencintai Allah senantiasa mematuhi
segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dalam lingkungan sekolah
seorang siswa harus berperilaku yang terbaik misalnya menghormati guru dan
tidak membeda-bedakan teman seperti dijelaskan dalam Al Qur’an Surah Ali Imran
(3) ayat 31 yang terjemahannya berikut ini.
Katakanlah:
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang (QS, 3:21).
Akidah
yang ditemukan dalam novel novel Daun pun
Berdzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy bukan hanya cinta kepada Allah. Terdapat
pula keyakinan atau kepercayaan kepada Allah seperti uraian berikut ini.
b.
Percaya
kepada Allah
Kata Percaya
kepada Allah mempunyai arti mengakui atau yakin bahwa Allah itu ada.
Percaya kepada Allah dalam novel Daun pun
Berdzikir karya Taufiqurrahman Al-Azizy ditemukan pada berikut.
“Doakan aku agar bisa
mendapatkan cinta dari gadis yang sepertimu.”
“Kuberdoa
kepada Allah semoga Dia menghadirkan gadis itu segera di hadapanmu.” (Halaman 66)
Pada
kutipan tersebut menggambarkan kepercayaan Bu Salamah kepada Allah bahwa Allah
akan mengabulkan doa hamba-Nya. Bu Salamah percaya kebesaran sang Khalik. Tidak
ada sesuatu yang sulit bagi Allah.
Demikian
pula peristiwa yang dialami oleh Haydar. Setelah ayahnya meninggal Haydar
menyesal dan suka menyendiri. Berdiam diri pada tempat-tempat yang sunyi, jauh
dari rumah penduduk, dan tidak berbicara selama sebulan lamanya. Orang
menganggapnya sudah gila.
Berbeda
halnya dengan Bu Salamah. Wanita yang telah melahirkan Haydar ini yakin bahwa
suatu saat Haydar akan berbicara kembali dan bertingkah laku seperti biasa.
Dengan kepercayaan kepada Allah Bu Salamah tidak henti memohon pertolongan
kepada Allah, seperti berikut ini.
Sekian lama, Haydar dan ibunya saling diam. Mereka sibuk
dengan hatinya sendiri-sendiri. Haydar sibuk mengenang ayahnya kembali, sedang
Bu Salamah sibuk memikirkan Haydar. Tubuh anaknya itu semakin lama semakin
kurus saja, bagai ranting kering yang akan patah. Haydar belum bisa melupakan
ayahnya, sedangkan Bu Salamah terus memohon kepada Allah agar Dia berkenan
mencabut penyesalan Haydar dari hatinya. (Halaman 71)
Tersebut
menggambarkan kepercayaan Bu Salamah kepada Allah swt untuk
mengembalikan perasaan dan perbuatan Haydar seperti semula sebelum ayahnya
meninggal. Haydar sering menyendiri dan mendatangi kuburan ayahnya berlama-lama
di sana bahkan sampai larut malam. Haydar berada di pusara ayahnya melantungkan
kalimat-kalimat penyesalan. Ia menjadi pemuda yang tidak riang lagi, diam
seribu bahasa selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.
Bu Salamah, ibu
Haydar yakin dan percaya kepada Allah
bahwa Allah akan mengembalikan keadaan Haydar menjadi pemuda yang rajin dan
tidak berputus asa, seperti berikut ini.
Gemericik air sungai seumpama kidung puji-pujian dalam
ungkapan yang amat sederhana kepada Tuhan. Airnya yang dingin dan bening seakan
rindu agar semua orang di dukuh itu menggunakannya untuk berwudhu. Hati Haydar
bersenandung, ”Cinta laksana air. Mengalir dari hulu menuju hilir. Asal cinta
adalah Tuhan. Airnya membasahi jiwa-jiwa yang kehausan.
“Jika hati percaya
keberadaan cinta. Jiwa mesti percaya pada sumbernya. Sumber cinta tetap kan
suci. Hingga airnya meresap ke sanubari. Kepada-Mu, duhai Yang Maha Suci. Segala
sesuatu tunduk rebahkan diri. Inilah aku yang hendak memuja-Mu. Membasahi
wajah, tangan, dan kaki, pasrah pada kehendak-Mu.” (Halaman 77)
Pada kalimat
tersebut menggambarkan kepercayaan kepada
Allah swt atas segala bumi dan isinya. Sang tokoh percaya bahwa Allah yang
mengatur dunia ini. Oleh karena itu, manusia tunduk dan rebahkan diri mengikuti
perintah Tuhannya (Allah).
Selain Bu
Salamah, tokoh Asep percaya pula bahwa selama ini Allah telah melihat segala
sesuatu yang dikerjakan oleh manusia. Allah Maha Melihat segala sesuatu yang
disembunyikan ummatnya. Kepercayaan kepada Allah swt tergambar pada berikut ini.
"Oh,
siapakah aku selama ini? Dalam kemiskinan, dia lantunkan puji dan puja. Dalam
gelimang harta, bergelimang pula noda dan dosa.
"Hendak ke mana wajah ini kuhadapkan? Ketika di mana Tuhan sesungguhnya ada. Dia melihat apa yang kukerjakan. Dan, dia pun melihat apa yang hendak kulakukan."
"Hendak ke mana wajah ini kuhadapkan? Ketika di mana Tuhan sesungguhnya ada. Dia melihat apa yang kukerjakan. Dan, dia pun melihat apa yang hendak kulakukan."
Lalu,
lama dia berdiam diri. Membiarkan air matanya membanjiri pipi. Sesal rasa
menggores hati. Istighfar terlantun pelan, mengganti lisan yang suka memaki.
Kidung kerinduan mulai terlantun. Tentang Dia Yang Maha Lembut dan Maha Santun.
Asep rindu kepada Tuhan Ilahi Rabbi....( Halaman 114)
Pada
tersebut, tokoh Asep percaya
kepada Allah bahwa Allah Maha Melihat atas hal yang dikerjakan manusia.
Allah tidak pernah tidur, Allah melihat segala sesuatu yang terjadi di muka
bumi ini.
Demikian pula tokoh Shopy yang sejak
awal cerita digambarkan sebagai sosok wanita yang menyerahkan urusannya kepada
Allah. Shopy yakin bahwa Allah melihat dan mengetahui rencana manusia baik yang
belum dikerjakan, sementara dikerjakan atau baru akan dikerjakan seperti berikut ini.
“Demi
Dia yang selalu mengawasi kita, Demi Dia yang selalu mengetahui bersitan hati
kita, aku selalu rindu untuk bersua denganmu. Aku rindu pada sungai yang airnya
kita gunakan bersama. Aku rindu pada ladang, tempat kita bersenandung bersama.
Aku rindu pada bebatuan dan pepohonan, yang dengan caranya sendiri mendengarkan
pembicaraan kita. Aku rindu tanah perbukitan, yang kita injak bersama-sama. Aku
rindu harum bebungaan yang bermekaran di halaman rumahmu. Setiap aku merindu,
aku hanya bisa menangis, sebab aku tidak bisa berbuat apa-apa. Mengingatmu,
sesaat jiwaku terbang melayang-layang.
Lalu, aku tersadar, dan masuk kembali ke dalam perangkap yang dibuat orang
tuaku. Apa engkau tidak merasakan semua ini?” (Halaman 176)
Pada data di atas digambarkan bahwa
Allah bukan hanya melihat segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini, tetapi
Allah mengetahui bersitan hati seseorang. Shopy percaya akan kekuasaan Allah. Oleh karena itu, ia percaya dan
berharap bahwa Allah akan melepaskan penderitaannya kelak di kemudian hari,
meskipun ia tidak dapat melawan kemauan orang tuanya seperti berikut ini.
“Duhai
Dzat yang membolak-balikkan hati. Kukuhkanlah hatiku atas agama-Mu dan atas
ketaatan kepada-Mu….” Shofilah yang menjawab pertanyaan Asep. (Halaman 190-191)
Data tersebut memperjelas bahwa selain
Allah mengetahui bersitan hati seseorang, Allah dapat pula membolak-balikkan
hati seseorang sesuai kehendak-Nya. Shopy percaya
akan hal ini. Oleh karena itu, Shopy menjelaskan kembali kepada Asep.
Dalam novel Daun pun Berdzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy terdapat tokoh
yang digambarkan sebagai tokoh antagonis yakni Rohman. Rohman memerankan tokoh
yang tidak shalat dan selalu berperilaku jahat. Namun demikian jauh di dalam
lubuk hatinya selalu menyesal setelah berbuat jahat. Rohman percaya bahwa Allah
pasti memberi balasan atas perbuatan manusia.
c.
Percaya
janji Allah
Percaya
janji Allah adalah mengakui atau yakin bahwa sesuatu yang telah dijanjikan oleh
Allah pasti akan terkabul. Dalam novel Daun
pun Berdzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy terdapat penggambaran aspek
akidah yakni percaya janji Allah seperti
berikut ini.
Kami
hanyalah orang kampung yang mencintai kampung kami, sedangkan engkau orang kota
yang tentunya mencintai tempat tinggalmu. Kami dibesarkan di antara
pohon-pohon, bebatuan, sungai, bukit, bunga-bunga, dan burung-burung. Langit
yang menaungi kami adalah langit yang kami cintai. Tujuan kami mengenal
perbedaan bukan untuk membesar-besarkan perbedaan itu. Kaya dan miskin di
hadapan Allah adalah sama, sebab yang membedakan hanyalah takwa. Itulah hal
yang selalu aku ingat dari ayah Haydar almarhum. Kami adalah murid-muridnya.
Dan kami mencintainya.” (Halaman 63)
Kalimat
tersebut, menggambarkan kepercayaan Haydar terhadap janji Allah bahwa kaya dan
miskin adalah sama yang membedakan adalah takwanya. Sikap seperti ini ditunjukkan pula pada berikut ini.
“Kaya atau miskin, di hadapan Tuhan yang membedakan adalah takwa.”
“Akankah menunggu datangnya takwa pada diri Bram sehingga Shofi menerima cintanya?” (Halaman 228)
Kalimat tersebut, tokoh Shopy percaya akan janji Allah bahwa kaya dan miskin di hadapan Allah adalah sama, sebab yang membedakan hanyalah takwa. Lain halnya janji Allah terhadap orang yang telah berpulang ke rahmatullah. Bagi orang mukmin mati berarti istirahat dari beban dan siksa dunia. Adapun mati bagi orang jahat berarti diistirahatkan sebagai anggota masyarakat, sebagai hamba yang dapat menikmati daging hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti dalam berikut ini.
Abu
Qatadah menceritakan bahwa suatu ketika Rasulullah Saw. Bersama para sahabat
melihat rombongan orang yang membawa jenazah. Rasulullah kemudian berkata,
“Orang yang beristirahat dan diistirahatkan.” Para sahabat kemudian bertanya,
“Apa maksudnya ya, Rasulullah?” Kemudian, Rasulullah Saw. menjelaskan maksudnya
bahwa bagi orang mukmin, mati berarti istirahat dari beban dan siksaan dunia
dan beralih untuk menikmati rahmat Allah. Adapun mati bagi orang jahat berarti
diistirahatkan dari sebagai anggota masyarakat, sebagai hamba yang dapat
menikmati daging hewan dan tumbuh-tumbuhan. (Halaman 282)
Janji
Allah bagi orang mukmin. Mati
berarti istirahat dari beban dan siksaan dunia serta beralih untuk menikmati
rahmat Allah. Adapun mati bagi orang jahat berarti diistirahatkan dari sebagai
anggota masyarakat, sebagai hamba yang dapat menikmati daging hewan dan
tumbuh-tumbuhan.
Barang siapa yang bersungguh-sungguh mengikuti jalan
Allah, dia akan sampai kepada-Nya dan mengampuni orang, apabila seseorang
menyadari dosa dan kesalahan yang telah dilakukan, lalu memohon ampun
kepada-Nya dan bertaubat dari segala kesalahan, maka Allah mengampuni dan menerima taubat mereka.
Penggambaran
seperti contoh dalam novel Daun pun
Berdzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy, dapat pula ditemukan di lingkungan
sekolah. Seorang siswa yang bersungguh-sungguh menuntut ilmu karena percaya
janji Allah bahwa barang siapa yang menghendaki kebahagiaan di dunia hendaklah
dengan ilmu. Sebaliknya seorang siswa tidak mau berbuat dosa di sekolah karena
takut masuk neraka sesuai janji Allah
seperti dijelaskan terjemahan dalam Al Quran surah An Nahl ( 16)
ayat 97 berikut ini.
Barangsiapa
yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan
beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan (QS, 16:97).
d.
Percaya
Ancaman Allah
Penggambaran
aspek religius percaya ancaman Allah dapat dilihat pada berikut ini.
“
Buanglah belenggu itu, lalu rasakanlah.”
“
Bagaimana aku bisa membuangnya?”
“Tuhan
tidak membutuhkan ibadah kita. Kita mau mengingkari Dia atau menaati
Dia,
Dia tetap Tuhan. Tidak seperti tukang kayu yang membelah-belah kayu karena dia
membutuhkan kayu itu untuk menjadi bahan bakar, dinding rumah, kursi atau
lemari. Bukan kayu yang membutuhkan tukangnya, tetapi tukang itulah yang
membutuhkan kayunya. Maha Besar Allah yang telah memerintahkan hamba-hamba-Nya
untuk sujud kepada-Nya, bukan karena Dia membutuhkan sujud-sujud sang hamba,
melainkan karena sang hambalah yang membutuhkan sujud di hadapan-Nya.” (Halaman
106)
Kutipan
tersebut, menunjukkan bahwa manusia sebagai hamba Allah berkeyakinan
akan adanya kehidupan lain setelah kehidupan di dunia, yaitu kehidupan
di akhirat. Sebagai hamba yang bertakwa dan memegang teguh akidah Islamiyah,
maka manusia percaya akan adanya ancaman Allah yakni surga dan neraka, yang
dihuni oleh manusia sesuai dengan amal perbuatannya di dunia tanpa seorang pun
yang bisa menolongnya.
Percaya dan yakin akan adanya surga dan
neraka merupakan suatu hal yang sangat mendasar bagi setiap manusia karena
menjadi kontrol dalam setiap langkah dan perbuatan di dunia. Surga dan neraka menjadi pertimbangan dalam
berbuat sesuatu hal yang diperintahkan oleh Allah swt., dan menjauhi segala hal
yang menjadi larangannya seperti penjelasan terjemahan dalam Al Quran surah Al
Jin (72) ayat 23 berikut ini.
Barangsiapa
yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka Sesungguhnya baginyalah neraka
Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya (QS, 72:23).
Surah Al Jin di atas menjelaskan ancaman
Allah terhadap umat yang durhaka kepada Allah dan Rasulnya. Mereka diberi
ancaman yakni menjadi penghuni neraka jahannam selama-lamanya.
e. Syirik
Kata syirik berarti menyekutukan (menyerikatkan Allah). Perbuatan syirik digambarkan dalam novel Daun pun Berdzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy pada kutipan berikut ini.
Namun, sepertinya pintu langit terus tertutup, hingga doa-doa yang dia panjatkan tidak terkabul. Muncullah niat tersebut. Rohman akan mencari seorang dukun yang sanggup membuat hati seorang gadis takluk kepada seorang laki-laki. Dukun, atau kiai, atau paranormal yang sakti, akan dia cari demi bisa menautkan cinta Bram di dalam hati Shofi! (Halaman 230)
Tersebut menggambarkan sifat Rohman yang akan mencari dukun atau paranormal untuk mengetahui mengapa Shopy tidak dapat mencintai Bram. Dalam pemahaman Rohman harusnya Shopy mencintai Bram, karena Bram pemuda yang pandai, tampan, dan kaya yang pada saat ini mengadakan penelitian di desa Gagatan. Rohman tidak dapat memahami pemikiran Shopy sehingga Shopy menolak cinta Bram. Oleh karena itu, Rohman menjadi syirik. Ia percaya bahwa ada seseorang yang dapat melihat kejadian yang lalu dan yang akan datang. Ia menduakan Tuhan dengan cara pergi ke dukun yang jahat untuk melihat gambaran alasan Shopy menolak cinta Bram seperti berikut ini.
“Gimana pendapat lo, Na?”
“Itu tidak adil bagi Shofi, Man.”
“Tetapi sikap Shofi tidak adil kepada Bram, Na.”
“Itu memaksakan cinta namanya.”
“Bukan memaksa, tetapi mendekatkan hati Shofi kepada Bram.”
“Kalau keinginanmu seperti itu, lebih baik engkau berdoa kepada Tuhan untuk mendekatkan hatinya. . . .”
“Justru karena Tuhan menolak doa-doaku, maka kuniatkan untuk menggunakan cara seperti ini.”
“Tetapi, aku tak setuju.” (Halaman 230)
Kutipan tersebut, menggambarkan keyakinan Rohman yang menduakan Tuhan. Lain halnya dengan Nana. Nana beranggapan bahwa sepandai apa pun manusia tidak akan bisa mengalahkan kepandaian Tuhan yang menciptakannya. Kemampuan dan kepandaian manusia sangatlah terbatas, sedangkan kepandaian Allah maha luas meliputi seluruh alam jagad raya. Oleh karena itu, kepandaian manusia itu kecil dan jauh di bawah kepandaian Allah swt sebagai sang pencipta. Berbeda dengan kepercayaan Rohman dan Karyo. Kepercayaan Rohman dan Karyo tergambar seperti berikut ini.
Rohman menegakkan punggungnya dan menjadi tertarik mendengar perkataan Karyo.
“Aku dengar, dia pandai mengirim teluh. Dia memiliki ilmu pengasihan. Ilmu santet. Ilmu gendam. Pokoknya, dia top banget deh,” ucap Karyo menirukan dialek Rohman yang sering didengarnya.
“Ayo kita ke sana. Di mana rumahnya?”
“Kita harus ke dukuh sana.” Karyo menunjuk arah di kejauhan. “Rumahnya persis di kaki bukit itu.” “Kita ke sana sekarang.” “Tapi, nanti kita kemalaman?” Apa kau takut?”
“Tidak takut sih, tapi....” “Kubayar kau dua kali lipat!” “Oke!” Akhirnya, mereka pun segera berangkat ke rumah Mbah Berah (hlm, 237-238).
Data tersebut menunjukkan pendirian dan
keinginan setiap manusia terkadang berubah-ubah. Semua itu bergantung dari niat seseorang, sehingga dalam
memperjuangkan sesuatu haruslah selalu berhati-hati dan waspada terhadap godaan
setan yang selalu menyesatkan. Setan akan menyesatkan setiap insan yang
mempunyai niat buruk, sehingga seseorang akan terjerumus ke dalam kepercayaan
selain Allah.
Keadaan dukun yang dianggap sakti oleh Rohman dan Nana
serta Karyo. Mereka percaya kepada dukun. Mereka menduakan Allah dengan datang
dan percaya kepada tindakan dukun tersebut. Mereka percaya adanya Allah tetapi
dalam perbuatannya ternyata menduakan Allah. Hal ini bertentangan dengan ajaran
Agama Islam sebagaimana dijelaskan dalam terjemahan surah An Nisaa’ (4) ayat 48
berikut ini.
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar (QS, 4:48).
f.
Percaya
Takdir baik/buruk
Dalam novel Daun pun Berdzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy terdapat
penggambaran nilai religus pada aspek akidah yakni percaya takdir baik dan
buruk. Percaya takdir baik dan buruk tergambar uraian berikut ini.
Masih
kudengar isak tangismu di atas sajadah malam itu. Kala kudengar engkau berseru
lirih, “Duh, Gusti, dengan kemurahan-Mu. Duhai yang Paling Pengasih di antara pengasih! Dalam
kekurangan ini, mungkin memang lebih baik bagi kami agar selalu ingat akan
diri-Mu….’’ (Halaman 13)
Demikian pula
dengan siswa di sekolah. Siswa harus percaya takdir baik dan takdir buruk.
Salah satu contoh siswa yang percaya takdir buruk seperti adanya siswa yang
pintar dalam semua mata pelajaran tetapi ikhlas menerima nilai yang tidak
diharapkan (nilai rendah/ tidak sesuai keinginannya) disebabkan oleh faktor
pada dirinya yang selalu sakit jika ulangan berlangsung sehingga tidak
mengikuti ulangan. Ada juga siswa yang ketika ujian terserang penyakit sakit
kepala atau demam sehingga tidak dapat
memaksimalkan jawabannya. Akibatnya nilai yang diperoleh kurang. Percaya takdir
baik dan buruk dijelaskan dalam
terjemahan Al Quran surah Al Insaan (76) ayat 30 berikut ini.
dan
kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya
Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS, 76:30).
2. Akhlak
Akhlak merupakan
perbuatan yang tertanam dalam jiwa seseorang yang menjadi ciri kepribadiannya.
Semua tampak dalam sikap dan tingkah laku yang baik atau buruk. Adapun nilai
akhlak yang terdapat dalam novel Daun pun
Berdzikir Taufiqurrahman Al Azizy sebagai
berikut.
a.
Sabar
Kata sabar berarti tahan menghadapi cobaan (tidak lekas
marah, tidak lekas putus asa, tidak
lekas patah hati). Akhlak sabar dalam
novel Daun pun Berdzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy ditemukan pada kutipan berikut.
Bila
malam ini menetes kembali air mataku, karena teringat kala engkau ajari aku
cara memaafkan sebelum diminta, bersabar atas derita, bersyukur dalam kekurangan,
dan berharap dalam kepapaan.
Jikalau
aku berusaha tegar saat ini, itu karena aku melihatmu lebih tegar dari siapa
pun. Jikalau aku berusaha tetap sabar menghadapi hidup ini, itu karena
kutemukan lagi orang yang lebih sabar dibandingkan engkau. Dan jikalau aku
rindu kepadamu malam ini, itu karena engkau pernah menangis di akhir khayatmu demi bisa bersua denganku
sedangkan Allah tidak memberi kita waktu saat itu. Engkau menghadap-Nya di saat
aku jauh dari sisimu.
Uraian
tersebut menggambarkan tentang
kesabaran. Manusia disuruh bersabar.
Sabar menjadikan seseorang terhindar dari marah. Marah adalah perbuatan setan
yang membuat seseorang emosional.
Demikian pula di
sekolah. Tata Usaha, guru, serta siswa harus memiliki kesabaran. Guru harus
bersabar menghadapi segala tingkah laku siswa yang berbeda-beda. Siswa harus
bersabar menghadapi segala tugas yang diberikan oleh guru. Hal ini dijelaskan
dalam terjemahan Al- Quran surah Ali Imran (3)
ayat 200 berikut ini.
Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah,
supaya kamu beruntung (QS, 3:200).
b.
Berkata
Benar dan Bersikap Jujur
Seseorang
dikatakan berkata benar dan bersikap jujur jika yang diucapkan dan dilakukannya
sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
Akhlak berkata benar dan bersikap jujur dalam
novel Daun pun Berdzikir ditemukan uraian
berikut.
“
Namamu menjadi buruk menurut mereka.”
“
Tetapi, alangkah menyedihkan jika nama kita menjadi buruk di hadapan Tuhan
kita, Sahabatku,” jawab Haydar.
“
Apakah kau memang mencintai Shofi?”
“
Aku berjanji kepada ibuku untuk tidak mencintai gadis itu.” (Halaman 104)
“Aku
sempat berbincang-bincang lama dengannya. Setiap ucapan yang keluar dari
bibirnya, begitu halus, begitu mendalam. Ternyata, dia tidak seperti yang
dianggap banyak orang selama ini,” aku Lidya.
“Aku
bertanya pada jiwaku, bagaimana bisa pemuda yang tidak punya seperti dia bisa
menjadi seperti itu? Dosa-dosa yang telah kulakukan selama ini menutup pintu
hatiku untuk merasa betapa Tuhan sangat adil dan bijaksana. Oh, Lidya. . .
lihatlah orang-orang di sekitar kita ketika kita hidup di kota. Dalam
kemiskinan, mereka menjerit, meronta-ronta, meminta-minta, dan menjauhkan diri
dari Tuhan. Tetapi Haydar? Orang-orang menganggapnya tidak waras. Dia balas
anggapan itu dengan seulas senyum. Dia pasrahkan dirinya di hadapan Tuhannya.
Bahkan, dia doakan orang-orang untuk kebaikannya. Jiwaku tertampar. Batinku
menjerit. Aku berlari. Dan, aku terus berlari. Hampir saja aku jatuh ke jurang.
Suatu suara mengajakku berbicara. Aku tercekat. Keringat dingin membanjiri
tubuhku. Sebuah layar seakan terbentang di hadapanku, dan di sana aku melihat
diriku sendiri dengan dosa-dosaku. Adakah aku telah bertaubat, Lidya? Bisakah
orang buruk sepertiku kembali kepada Tuhanku?”( Halaman 129)
Kutipan tersebut, menggambarkan perkataan yang benar
dan sikap yang jujur ketika berkomunikasi dengan sesama. Demikian pula pada
proses belajar mengajar. Guru harus berkata atau bersikap jujur jika
menginginkan suatu perubahan ke arah yang lebih baik pada diri siswa. Sama halnya
siswa dengan siswa lain harus berkomunikasi dengan perkataan yang benar dan
sikap yang jujur sebagaimana terjemahan dalam Al Quran surah Al Ahzab (33) ayat 70 berikut ini.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar (QS, 33:70).
c.
Tolong-
menolong
Kata tolong menolong berarti saling membantu. Akhlak tolong
menolong dalam novel Daun pun
Berdzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy ditemukan pada kutipan berikut.
“Sebenarnya, ayahmu sakit apa, Nayla?”
“Itu dia yang aku tidak jelas. Katanya,
ayah hanya kelelahan saja. Tetapi….”
“Kalau memang harus dirujuk ke rumah sakit,
ayahmu memang harus segera dibawa ke sana.”
“Inginnya seperti itu, tetapi… tak ada
biaya….”
“Gunakan uangku, Nayla. Belum aku gunakan
sama sekali. Mungkin tidak cukup, tetapi setidaknya bisa meringankan beban
biaya.”
“Tetapi itu uangmu, hasil jerih
payahmu….”
“Tidak apa-apa. Semoga Allah segera
memberi kesembuhan kepada beliau.”
“Amin.”
“Allahumma
amin.”
“Haydar….” Nayla tidak melanjutkan
perkataannya.
“iya?”
“Apa…, apa kamu sudah… mendengar
perkunjingan ini…?”
“Masya
Allah, pergunjingan apa lagi Nayla?”
Nayla menghela napas sebelum ia
menjawab, “Tentang kau dan Shofi.”
“Kita diajari untuk tidak menggunjing.
Kita diajari pula untuk tidak mendengarkan pergunjingan. Apa kamu lupa?” (Halaman
258)
Kutipan tersebut menunjukkan kemurahan hati Haydar
dalam menolong sesama dengan memberi uang simpanannya kepada Nayla untuk
dijadikan biaya berobat ayah Nayla yang sakit. Biaya untuk berobat ayah Nayla
sangat susah dan serba kekurangan, sementara keadaan ayah Nayla sudah
memprihatinkan.
Haydar ikhlas
menolong Nayla demi kesembuhan ayah Nayla. Uang yang diberikan Haydar adalah
gaji yang diperoleh Haydar ketika
menggali beberapa sumur di kampungnya. Bukan hanya gajinya yang ia berikan
kepada Nayla untuk menolong ayahnya, tetapi kalung pemberian ayah Haydar kepada
Bu Salamah Ibu Haydar juga dijual untuk menyelamatkan nyawa ayah Nayla.
.
Kutipan tersebut menggambarkan tentang akhlak tolong
menolong yang dapat dijadikan contoh pembelajaran di sekolah. Siswa diharapkan
menerapkan akhlak tolong menolong dengan
siswa lain tanpa membedakan status dan golongan (misalnya tolong menolong
memecahkan atau menjawab soal yang
sulit, berdiskusi di luar jam pelajaran, meminjam buku catatan teman,
meminjamkan pulpen ke teman) sebagaimana
terjemahan dalam Al Quran surah Maa-idah
(5) ayat
2 berikut ini.
dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya (QS, 5:2).
3. Ibadah
Pengertian
ibadah dapat ditemukan melalui pemahaman bahwa kesadaran beragama pada manusia
membawa konsekuensi manusia itu melakukan penghambaan kepada Tuhannya. Dalam
ajaran Islam, manusia itu diciptakan untuk menghamba kepada Allah, atau dengan
kata lain beribadah kepada Allah. Manusia yang menjalani hidup beribadah kepada
Allah itu tiada lain manusia yang berada pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus. Manusia yang berpegang
teguh kepada apa yang diwahyukan Allah, maka ia berada pada jalan yang lurus.
Dengan demikian segala sesuatu yang disebut dengan manusia hidup beribadah
kepada Allah itu ialah manusia yang dalam menjalani hidupnya selalu berpegang
teguh kepada Allah.
Ibadah merupakan
perendahan diri kepada Allah swt dengan cara melaksanakan dan menjauhi segala
larangannya, dan mengimplementasikan dalam bentuk ibadah kepada Allah swt.
Terdapat nilai ibadah pada novel Daun Pun
Berdzikir karya Taufiqurrahman Al-Azizy.
Adapun nilai ibadah pada novel Daun Pun Berdzikir sebagai berikut:
a.
Mendirikan
Shalat
Dalam ajaran
Islam, orang tua wajib mendidik, mengarahkan dan memperhatikan anak-anaknya
secara sempurna dengan memberikan ajaran-ajaran yang baik agar si anak menjadi
orang yang berakhlak mulia dan jauh dari tingkah laku yang menyesatkan, serta
melaksanakan perintah agamanya dengan sebaik-baiknya, seperti tercermin berikut
ini.
Bilamana ada waktu yang paling aku ingat, itu adalah
saat di mana engkau ajak aku ke ladang kita. Kau ajari aku mengayunkan cangkul,
membelah tanah, berbelah- belah. Peluh keringatmu yang menempel di kening itu
kau usap dengan punggung telapak tangan kananmu. Lalu, ketika adzan dzuhur
berkumandang dari arah masjid Dukuh kita, kau ajak aku berhenti. Menghela
napas. Lalu, berkecipak air di dekat ladang kita. Membersihkan diri. Dan
berwudhu. Engkau keluarkan dua kain sarung yang tidak aku mengerti telah kau
bawa sebelumnya. Di atas hamparan rumput yang hijau itu, kita bersujud kepada
Tuhan. Kita pasrahkan diri. Kau ajari aku cara mempersembahkan cinta
kepada-Nya. Setiap kali adzan dzuhur kudengar di ladang itu, kurebahkan diriku
di hadapan-Nya, bersujud di atas rumput tempat kita bersujud berdua….(Halaman 15-16).
Tersebut menunjukkan bahwa kedua orang tua Haydar memiliki akidah atau keimanan yang
sangat kuat, teguh, dan kokoh. Mereka memiliki prinsip dan sikap hidup, yaitu
tasbih dan mukena, sepanjang hidup mereka yang dilakukan hanyalah beribadah,
bahkan mereka lebih senang dan merasakan
kenikmatan melihat orang-orang yang sedang beribadah
Gambaran
peristiwa seperti tersebut, dapat
dijadikan pelajaran bagi siswa akan
perlunya shalat lima waktu agar
mempunyai iman yang kuat menghadapi masalah hidup. Shalat lima waktu
mengajarkan kepada siswa untuk disiplin dan mengatur waktu sebaik mungkin.
Demikian pula di sekolah diharapkan siswa disiplin dan menaati peraturan
sekolah. Kewajiban mendirikan shalat dijelaskan pada surah Al Ankabut (29) ayat
45 berikut terjemahannya.
Bacalah
apa yang telah diwahyukan kepadamu,
Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu
mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya
mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat
yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS, 29:45).
b.
Membaca
Al Quran (Mengaji)
ini. Dalam novel
Daun pun Berdzikir karya
Taufiqurrahman Al Azizy mengandung aspek ibadah yakni suka membaca Al Quran
(mengaji). Penggambaran aspek ini terdapat pada kutipan berikut.
Ketika
dia melihat pembantunya sedang membaca ayat-ayat al-Qur'an usai bersembahyang
Ashar, dia teriaki pembantunya itu, dia perintahkan untuk segera meninggalkan
mukena dan kitab suci yang dibacanya itu. "Kau dibayar di rumah ini bukan
untuk shalat dan mengaji. Buang Qur'anmu dan cepat beresin pot bunga itu!”
bentaknya. ( Halaman 113)
Kutipan
tersebut, menunjukkan ajaran orang tua Bram yang tidak bertanggungjawab dengan tidak
mengarahkan dan tidak mendidik anaknya dengan ajaran-ajaran yang baik seperti tidak
pernah manasihati anaknya agar tidak
nakal dan rajin mengaji. Hal ini juga menunjukkan bahwa ayah Bram tidak
menyangangi anaknya. Oleh karena itu jadilah Bram seperti data di atas. Bram
menjadi anak yang jauh dari agamanya. Bram menjadi anak yang berdosa, tidak
suka melihat pembantunya shalat, mengaji, dan memegang Al-Qur’an.
Lain halnya
dengan orang tua Haydar yang menjadi guru mengaji di kampungnya. Walaupun
hidupnya miskin, tetapi ayah Haydar sangat dihormati oleh warganya sebagai
seorang guru mengaji. Suami Bu Salamah ini tidak hanya mengajari anak-anak
mengaji, tetapi remaja dan orang tua pun berguru kepadanya. Warga desa
mendengar petuah atau nasihat dari suami Bu Salamah ini.
Setelah ayah
Haydar berpulang ke rahmatullah, tidak ada lagi suara mengaji terdengar di
desa. Desa menjadi sunyi dan Haydar seta Bu Salamah menjadi bahan ejekan warga
kampung seperti berikut ini.
Sudah
tak terdengar suara celoteh anak yang biasanya bermain-main di halaman rumah.
Sudah tak terdengar pula suara orang mengaji, entah dari mesjid atau dari
surau. Malam tampak begitu mencekam seakan-akan telah mempersiapkan diri
menyambut kedatangan kekasih Tuhan untuk di kubur di rahim pendukuhan. (Halaman
284)
Uraian tersebut,
menunjukkan sikap ayah Haydar semasa hidupnya yang bertanggungjawab dengan
mengarahkan dan mendidik anaknya dengan ajaran-ajaran yang baik seperti mengumandangkan
ayat-ayat suci Al-Qur’an. Sepeninggal beliau kampung menjadi sunyi dan tidak terdengar lagi suara orang mengaji.
Dalam Islam
dianjurkan kepda umat Islam untuk membaca, memahami, dan mengmalkan Al Quran.
Hal ini mempunyai dampak positif terhadap siswa untuk rajin membaca ilmu
pengetahuan sebagaimana dijelaskan pada surah Al Israa’ (17) ayat 9 berikut
ini.
Sesungguhnya
Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi
khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi
mereka ada pahala yang besar (QS, 17:9).
c.
Berdoa
Kata doa berarti permohonan (harapan, permintaan, pujian) kepada Allah.
Aspek religius berdoa dalam novel Daun
pun Berdzikir karya Taufiqurrahman Al Azizy dapat ditemukan pada beberapa
data. Data-data tersebut sebagai berikut.
Aku lihat engkau dan ibumu selalu pergi ke sungai ini,
mengambil air wudhu, dan tentu saja, engkau kerjakan shalat tahajjud di
rumahmu. Jika aku menggigil karena aku cemburu kepadamu. Juga kepada ibumu. Aku
selalu berdoa kepada Tuhan, ’Ya Allah, jadikan hamba ini orang yang bersabar
atas ujian-Mu, dan bersyukur atas karunia-Mu. Jadikan hati hamba sebagaimana
hati orang-orang yang menghuni rumah itu.’ Tak lupa aku berdoa tentang
orang-orang di sekitar kita, ’limpahkanlah hidayah dan taufiq kepada mereka,
agar hati mereka terbuka untuk mengatakan yang benar adalah benar, dan yang
salah adalah keliru.’ Tuhanmu bukan hanya Dia yang kau cintai di mana puja
puji, dzikir, ibadah, cinta, dan kerinduan engkau persembahkan ke
hadirat-Nya,dan mendambakan cinta-Nya....”
“Maha Suci Allah, Maha Besar Allah yang telah
menghadiahkan engkau sebagai sahabatku, Nayla. Di saat kau bahagia, kau bagi
kebahagiaanmu kepadaku. Dan di saat hati ini berduka, kau ikut menanggung
kesedihan yang kurasakan. Semoga Allah membalas kebaikanmu dan melimpahkan
kebaikan yang berlipat-lipat kepadamu.”
“Amin, ya Rabbi. Oh iya, Haydar. Ayah memintaku untuk
menyampaikan kepadamu. Jika kau tak berkeberatan, ayah
memintamu untuk mengerjakan ladang besok.”
“Insya Allah, Nayla.”
Bu Salamah mendekat. Kepada putranya dan Nayla, dia
berkata, “Tak baik berlama-lama di sungai ini. Azan subuh akan segera
terdengar. Mari kita pulang, Nak. Ayo Nayla.” (Halaman 79-80)
Di atas sajadah panjangnya, Shofi merebahkan diri.
Dia pasrahkan jiwa kepada-Nya dengan sepasrah-pasrahnya.
Dia akui dosa, kesalahan, dan kealpaan di hadapan Tuhan. Dia adukan ketakberdayaan diri di kebesaran Tuhan....
“Dengan menyebut asma Allah Yang Maha Kasih dan Maha
Sayang Ya, Allah. Aku bermohon kepada-Mu, hendaklah Kau jaga aku sehingga aku
tidak lagi menentang-Mu. Sungguh, aku bingung dan ketakutan karena banyaknya
dosa dan kemaksiatan bersamaan dengan banyaknya anugerah-Mu dan kebaikan-Mu.
Lidahku telah kelu karena banyaknya dosa-dosaku.
“Telah hilang wibawa wajahku, maka dengan wajah yang mana
aku harus menemui-Mu setelah dosa-dosa membuat wajahku muram? Dengan lidah yang
mana aku harus menyeru-Mu, setelah maksiat membuatku bungkam?
”Ya, Allah. Bagaimana aku menyeru-Mu padahal aku pendosa?
Tetapi, bagaimana aku tidak menyeru-Mu, padahal Engkau Maha Pemberi Karunia?
Bagaimana aku bergembira, padahal aku pendosa? Tetapi bagaimana aku berduka,
padahal Engkau Maha Pemberi Karunia?
“Ya, Allah, bagaimana aku menyeru-Mu padahal aku adalah
aku? Tetapi, bagaimana aku tidak menyeru-Mu, padahal Engkau adalah Engkau? Bagaimana aku bergembira,
padahal aku telah melawan-Mu? Tetapi, bagaimana aku berduka, padahal aku telah
mengenal-mu?
“Wahai Dzat Yang Maha Kasih. Duhai Zat Yang Maha
Sayang....”
(Halaman 82-84)
Dari
sisi kiri ladang, mereka datang mendekati Haydar. Setelah dekat, mereka melihat
Haydar tengah bersujud seraya mengucapkan doa, “ Ya, Allah..., sampaikanlah
shalawat kepada Nabi Muhammad. Karuniakan kepada kami kemudahan untuk taat,
kekuatan untuk menjauhi maksiat, ketulusan di dalam niat dan pengetahuan
tentang hormat.
“
Ya, Allah..., muliakan kami dengan hidayah dan istiqamah. Luruskan lidah kami
dengan kebenaran dan hikmah. Penuhi hati kami dengan ilmu dan makfiat.
Bersihkanlah perut kami dari haram dan subhat. Tahan tangan kami dari kezaliman
dan pencurian. Tundukkan pandangan kami dari kemaksiatan dan pengkhianatan.
Palingkan pendengaran kami dari ucapan yang sia-sia dan umpatan.
“
Karuniakanlah kepada ulama kezuhudan dan nasihat. Kepada para pelajar
kesungguhan dan semangat. Kepada para pendengar kepatuhan dan kesadaran. Kepada
yang sakit kesembuhan dan ketenangan. Kepada yang meninggal kasih sayang dan
rahmat.
Kepada orang tua kami kehormatan dan
ketentraman. Kepada pemuda kami kembali pada jalan taubat. Kepada para wanita
rasa malu dan kesucian.
“Kepada
orang-orang kaya rendah hati dan kemurahan. Kepada orang-orang miskin kesabaran
dan kecukupan. Kepada para pejuang pertolongan dan kemenangan. Kepada para
tawanan kebebasan dan ketenangan. Kepada para pemimpin keadilan dan kasih
sayang
“
Ya, Allah. Ya, Rahman. Ya, Rahim. Kepada-mu daku serahkan urusan.
Di hadapan kemuliaan-Mu daku panjatkan permohonan.” (Halaman 99-100)
Kutipan di atas menunjukkan ketaatan Haydar dalam
beribadah. Dengan kekhusukannya, ia sampai menangis memohon kepada Allah agar
dijauhkan dari perbuatan-perbuatan yang sesat, dan memohon agar kiranya teman-temannya diberi hidayah oleh Allah
untuk kembali ke jalan yang benar. Haydar mendoakan agar mereka yang telah
menyakitinya menyadari diri dan mengingat Tuhannya. Haydar tidak menyimpan dendam
atas perlakuan masyarakat yang telah menganggapnya gila. Ia berdoa semoga
orang-orang yang telah melakukan kesalahan ditunjukkan jalan kebenaran. Haydar
mendoakan pula agar orang-orang yang tersesat kembali ke jalan Allah dan
mengingat semua dosa yang telah diperbuat. Haydar mendoakan semua warga dan
juga mahasiswa yang telah melakukan penelitian di desanya, termasuk pula
mendoakan Asep. Asep menjadi salah tingkah dan merasa bersalah telah memusuhi
Haydar yang sangat baik.
Mendengar doa
yang dipanjatkan Haydar, Asep tersadar dari perbuatannya selama ini yang selalu
jahat terhadap Haydar. Semua itu dilakukan demi sahabatnya Bram. Akhirnya
kebenaran mengungkap segalanya. Haydar tidak bersalah dan tidak pula gila
seperti yang dituduhkan Bram dan masyarakat. Sebaliknya Haydar adalah hamba
Allah yang selalu mendoakan warga desa untuk dijauhkan dari musibah, dan
bencana. Demikian pula Asep. Haydar mendoakan Asep agar Allah memberi cahaya
dan jalan kepada Asep untuk kembali berbuat baik. Hal ini di dengar oleh Asep.
Asep malu pada dirinya dan berlari entah ke mana
Ibadah bukan hanya melakukan shalat, tetapi juga berdoa.
Berdoa harus senantiasa dalam keadaan khusuk. Pada data di atas Nayla adalah
seorang gadis yang taat beribadah termasuk berdoa. Di setiap akhir shalatnya ia
berdoa. Terkadang ia mendoakan sahabatnya Haydar untuk bertemu dengan Shopy.
Seorang wanita yang cocok mendampingi Haydar dalam hidup ini.
Aspek religius
berdoa mengajarkan kepada siswa untuk tidak merasa sombong atas kesuksesan
usaha yang telah dilakukan. Jadi, walaupun siswa telah berprestasi dan
mendapatkan beberapa penghargaan, siswa tetap mengingat bahwa Allah yang telah
mengabulkan doanya menjadi berprestasi. Anjuran berdoa dapat dijelaskan dalam
Al Quran surah Al Mukmin (40) ayat 60 berikut terjemahan.
dan
Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan
bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan
masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina.
d.
Bersedekah
Kata sedekah berarti Pemberian sesuatu kepada fakir miskin
atau yang berhak menerimanya. Aspek religius bersedekah dalam novel Daun pun Berdzikir karya Taufiqurrahman
Al Azizy dapat dilihat kutipan berikut
ini.
Tak
jarang Pak Usman membagi-bagikan uang kepada tetangga-tetangganya. Anak-anak
kecil yang bermain di halaman rumah akan diundangnya satu per satu, lalu mereka
akan pulang dengan menggenggam uang sepuluh ribu. Mesjid kampung yang berdiri
kukuh di seberang jalan sana, tak luput sebagiannya merupakan sumbangan daru
Pak Usman. ( Halaman 31)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar