Jumat, Oktober 10, 2014

Citraan Puisi dan Jenis-Jenisnya

Mengupas Tuntas Citraan dalam Puisi

 

Jenis-jenis Citraan


  1.  Citra Penglihatan
       Citra penglihatan ialah citra yang ditimbulkan dengan memanfaatkan pengalaman  indra penglihatan manusia terutama berkaitan dengan dimensi ruang (ukuran, kedalaman, dan jarak), warna, dan kualitas cahaya atau sinar. Citra jenis ini yang paling banyak dipergunakan oleh penyair dibandingkan dengan citraan yang lain.  Perhatikan sajak berikut.

Monolith

Hebat
Tiang utuh
Menjulang di gigit langit
Suram
Sebuah bukit
Terbentuk dari satu batu
Oleh tangan beku

Sebuah
Monolith
Lingga
God!

Amir Hamzah

Nanar aku gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara di balik tirai

Chairil Anwar

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senja

            Penyair yang banyak menggunakan citra penglihatan disebut penyair visual, misalnya Rendra (Pradopo, 2005).

  1.  Citra Pendengaran

          Citra pendengaran ialah citraan yang ditimbulkan dengan menggunakan pengalaman pada indra pendengaran (menangkap sesuatau dengan indra pendengaran).  Citraan ini dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara (Altenbernd, 1980). Penyair yang banyak menggunakan citra pndengar disebut penyair auditif, misalnya Toto Sudarto Bachtiar. Diperhatikan berikut ini



mengapa jejak selau nyaring menjelang sampai
daun-daun kering risik di pohon ingin berdentuman
ke air selokan yang deras
langkahmu datang dan pergi antara ketokan jam yang berat

sepi menyanyi malam dalam mendoa tiba
meriak muka air kolam jiwa
dan dalam dadaku memerdu lagu
menarik menari seluruh aku

Amir Hamzah

Sebab Dikau
Aku boneka engkau boneka
Penghibur dalang mengatur tembang
Di layar kembang bertukar pandang
Hanya selagu, sepanjang dendang

Karena Kasihmu
Sunyi sepi pitunang poyang
Tidak meretak dendang dambaku
Layang lagu tiada melangsing
Haram gemerincing genta rebana


Rendra

Ada Telegram Tiba Senja
Ada podang pulang ke sarang
Tembangnya panjang berulang-ulang
__ pulang ya pulang, hai petualang

Toto S. Bachtiar

Kesan
Jenis suara peri mengiang
Hanya lagu orang-orang malang
Dalam pengembaraan di bawah bintang
Mengalir dari tiap sempat celah cendela

Wajah
kalau semua sudah jauh, sehabis memperdua malam
sepi meraja di mana saja, sayup-sayup hanya kudengar
hatiku berdetak kepadamu, menurun denyut desah jam tua
sampai ke lapang dengan remuknya sedan penghabisan
...
alangkah pilu siutan angin menderai
mesti berjuang menghabiskan lagu sedih
kalau aku terpekuk dalam lengan-lenganmu
sebab keinginan saat ini mesti tewas dekat usia

  1.  Citra Gerak

Citra gerak adalah  citra yang dibangkitkan oleh pengalaman akan pengamatan terhadap gerak. Citra gerak dibangkitkan oleh pengalaman sensoris hasil tanggapan sejumlah alat indra, terutama oleh indra penglihatan dan pendengaran terhadap gerak. Imaji ini menggambarkan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak, tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak, ataupun gambaran gerak pada umumnya. Diperhatikan berikut ini.

Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu.

cahaya melompat
dalam laut salju
diseretnya langkah
malam itu

Serangan
Pohon-pohon cemara di kaki gunung
pohon-pohon cemara
menyerbu kampung-kampung
bulan di atasnya
menceburkan dirinya ke dalam kolam
membasuh luka-lukanya
dan selusin dua sejoli
mengajaknya tidur
 (Abdulhadi 1971:4)

Prelude
I
Di atas laut. Bulan bergerak bergetar
Suhu pun melompat
Di bandar kecil itu. Aku pun dapat
menerka. Seorang pelaut mengurusi jangkar





  1.  Citra Perabaan

            Citra perabaan adalah citra yang bercirikan adanya potensi pembangkitan pengalaman sensoris indra peraba. Pengalaman indra peraba terutama berkaitan dengan rasa bahan, yaitu ciri atau  kualitas permukaan sesuatu yang dapat diraba. Citraan  ini biasa ditandai dengan kata-kata  yang berkaitan dengan indra perabaan yang antara lain adalah: basah ,debu, kering, halus, kasar, keras, lunak, lembut, dan sebagainya. Diperhatikan berikut ini.

New York mengangkang
keras dan angkuh
semen dan baja
dingin dan teguh
…….
Pegang pinggulku
Rasakan betapa lunak dan penuhnya
Namaku Betsy Ya Ya.

 

Salju

Kukumu tajam pacar
Tikamkan dalam-dalam ke kulitku
Biar titik darah
Dan sakit terasa
Akhirnya bukan tubuh atau  nyawa
Melainkan kesadaran harus dibebaskan dari binasa
Cubit! Biar sakit
Dan hidup menggelora


  1.  Citra Penciuman

Citra penciuman adalah citra yang dapat ditimbulkan dengan menggunakan pengalaman indra penciuman yang berkaitan dengan bau dengan berbagai jenis sumber bau dan kualitas bau, juga merupakan penanda hadirnya citra penciuman. Diperhatikan berikut ini.

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu mengalum bergelut senda

putri manis di daerah asing
udara berbau tembaga, dan di awan putih
berkuasa ular naga
bermata bengis


  1.  Citra Pencecapan

           Citra pencecap adalah  citra yang dapat dimunculkan dengan menggunakan pengalaman indra pencecapan berkaitan dengan lidah,  biasanya ditandai dengan kata-kata manis, asin, masam, tawar, gurih,  dan sebagainya. Diperhatikan berikut ini.

Senandung itu berujung Ia, siul itu meneur
Tapi ia terus saja, sampai dingin bercampur
Pada kopi ketiga, sampai senyum gugur dan topeng
Terbuka. Tak ada lagi abang, hati saya
Tak ada laghi jiwa manis, diri saya
...

Mereka berkuda sepanjang malam,
Sepanjang pantai terguyur garam
Si bapak memeluk dan di anak dingin
Menembus kelam dan gempar angin


g.       Citra Suhu

            Citra suhu adalah citra yang dibandingkan melalui pengalaman sensoris yang berkaiatan dengan suhu, atau citra ini berkaitan dengan pengalaman hasil tanggapan indra peraba atau kulit. Ditandai dengan kata-kata dingin, beku, hangat, suam, panas. Sementara itu, ditandai pula dengan diksi konkret seperi bara api, salju, dapat pula menghasilkan efek suhu tertentu misalnya selimut, pendiangan.  Diperhatikan berikut ini.
Demikianlah, Pujangga dunia
Gelitikkan, musim, panasmu ke usiaku
Bersama matari. Dari jauh
Bumi tertidur oleh nafasmu, dan oleh daun
Yang amat rimbun dan amat teduh
Dan seperti mimpi
Laut kian perlahan

 

Kepada Pujangga Dunia

Seperti burung laut dengan liurnya
Dibuatnya sarang permai
Di gua, di tubir pantai
Tempat diam terletak telurnya
Tempat pecah merekahnya, melahirkan isinya
Tempat anaknya menciap-cipa: berharap
Datang orang mengambil sarang
Untuk obat, khasiat mereka


Engkau dengan perkataanmu
Kau gubah ciptaan indah
Tempat tersemat perasaan hatimu
Membual, membersit, mekar kembang
Diterima orang, dirangkum, dipegang
Untuk pedoman teladan mereka.
...
udara di luar sejuk
anginnya tambah santer
dan di hotel
menunggu ranjang yang dingin

            Altenbernd (1970) mengemukakan bahwa citraan adalah salah satu alat kepuitisan yang utama untuk mencapai sifat-sifat konkret, khusus, mengharukan, dan menyaran. Untuk memberi suasana khsus, kejelasan, dan memberi warna setempat yang kuat, penyair memergunakan kesatuan citra-citra (gambaran-gambaran) selingkungan. Misalnya Rendra menggunakan imaji-imaji pedesaan, alam, seperi pada puisi Ballada Orang-orang Tercinta.  Dalam Blues untuk Bonnie, ia memergunakan cita-cita kekotaan dan kehidupan modern. Diperhatikan berikut ini.

Ballada Kasan dan Patima
Bila bulan limau retak
merataplah Patima perawan tua
Lari ke makam tanah mati
buyar rambutnya sulur rimba
di tangan bara dan kemenyan
....
Duh, bulan limau emas
desakan-desakan wajahmu ke dadaku rindu
biar pupus dendam yang kukandung
panas bagai lahar, bagai ludah mentari
....
Bini kasan ludahnya air kelapa
....
Anaknya tiga putih-putih bagai ubi yang subur
...
Dan kini ia lari bini bau melati
Lezat ludahnya air kelapa (1957:7- 9)






Tidak ada komentar: