Pengkajian
Fiksi Berdasarkan Unsur Ekspresi dan Persuasi
Luxemburg,
dkk., (1991:54-55) mengemukakan, bahwa teks disebut ekspresif bila tujuannya
untuk mengungkapkan buah pikiran, perasaan, pengalaman, dan pendapat pengarang.
Teks ekspresif juga memberi informasi tentang dunia nyata dan juga ditujukan
kepada pembaca, namun fungsi utamanya adalah penyajian diri si pengarang.
Sedangkan teks referensial adalah teks yang tujuannya merujuk kepada dunia
nyata. Teks referensial dimaksudkan untuk memberi informasi tentang apa yang
terjadi di dunia nyata atau bagaimana keadaannya. Masih menurut Luxemburg, dkk.,
bila dunia nyata kita (pembaca) dapat ditemukan dalam dunia novel, maka kita
(pembaca) akan tertarik untuk membacanya.
Teks
persuasif di lain pihak terutama mementingkan penerima, pembaca, atau dalam hal
komunikasi lisan, pendengar. Usahanya ialah memengaruhi, meyakinkan atau mendorong perilaku tertentu. Pengarang
menggunakan teknik tertentu untuk mencekam pembaca (dengan ketegangan),
mengharukan, menyenangkan, atau mengajarinya (Luxemburg, dkk., 1991:56).
Selanjutnya teks retorik adalah teks yang tidak mengutamakan hubungan antara
teks dengan faktor-faktor konteks yaitu pengarang, dunia nyata dan pembaca,
melainkan mengutamakan teks itu sendiri, bagaimana rancang bangunnya dan
bagaimana ungkapan bahasanya.
Untuk
menentukan apakah sebuah teks sastra termasuk atau dikelompokkan ke jenis teks
yang mana, sangatlah sulit dan subjektif.
Oleh karena itu, Luxemburg, dkk., (1991) menjelaskan, jika pengelompokan ini digunakan, tidak ada
kelompok teks sastra. Berdasarkan sifat sebuah teks dan juga konsep sastra yang
berlaku pada periode tertentu atau pada kelompok tertentu, tekanan diberikan
pada segi teks yang referensial, ekspresif, atau lain-lainnya.
kendatipun
demikian, sebuah teks sastra tidak mungkin lahir tanpa ada apa-apanya. Sebuah
cerpen misalnya adalah hasil ekspresi penulis tentang apa yang ia lihat, alami,
dan yang ia rasakan sehingga penulis harus memberikan pendapatnya tentang hal
itu. Dapat juga pengalamannya tentang cinta, kesedihan, ketidakadilan,
kebencian, atau kekerasan itu ia sampaikan kepada pembaca dengan memberikan
ketegangan, mengharukan, menyenangkan, atau bahkan mengajari pembaca tentang
sebuah moralitas.
Wellek
dan Warren (1995:15) mengatakan, bahwa bahasa sastra memunyai fungsi ekspresif,
menunjuk pada nada (tone) dan sikap
pembicara atau penulisnya. Bahasa sastra berusaha memengaruhi, membujuk dan
pada akhirnya mengubah sikap pembaca. Dengan demikian penulis harus mampu memengaruhi
dan meyakinkan pembaca agar pembaca didorong untuk melakukan apa yang penulis
inginkan dalam karyanya. Hal ini berkaitan erat dengan intention yang ingin disampaikan penulis terhadap sense yang diusungnya.
Berdasarkan uraian tersebut, berikut
kajian Vional Sapulette berkaitan unsur ekspresi dan persuasi dalam cerpen Usaha Beras Jrangking karya Prasetyahadi
Kajian Unsur ekspresi dan persuasi dalam
cerpen Usaha Beras Jrangking
karya Prasetyahadi
Dalam
cerpen Usaha Beras Jrangking karya
Prasetyahadi, penulis mengisahkan kehidupan keluarga simar yang susah dan
miskin, untuk menjalani kehidupan setiap hari simar bersama suami dan anak –
anaknya tidak bermalas – malasan. Mereka berusaha untuk melakukan pekerjaan
seperti membeli nasi basi yang tidak dibutuhkan lagi di warung-warung dan
mengeringkannya kemudian diolah menjadi beras jrangking setelah itu berkeliling
tempat untuk menjual beras jrangking tersebut. Pulang ke jakarta, dan membawa uang tagihan, Simar kembali tenggelam
dalam usaha sehari-hari. Sore sampai malam hari, suami dan anak Simar yang
laki-laki, keliling ke daerah Grogol sampai Kalideres menggunakan mobil reok.
Mendatangi warung-warung tegal dan restoran untuk mengambil nasi sisa-sisa
pembeli dan membayar nasi sampah itu sesuai takaran ember (Gramedia, 2007 :
37-38).
Orang-orang
miskin yang berada di Indramayu selalu membeli makanan apa adanya sesuai dengan
keuangan yang ada pada mereka tidak bisa menikmati makanan enak dan bergisi. Beras Jrangking sangat dibutuhkan oleh
orang-orang susah yang tidak mampu beli beras asli dari gabah (Gramedia
2007:37).
Orang-orang
miskin yang memerjuangkan hidup sehari-hari dengan melakukan pekerjaan yang
halal sesuai dengan kemampuan mereka, sedangkan orang-orang yang berkuasa hanya
melakukan apa saja sesuai dengan keinginan mereka seperti mengambil keuntungan,
seperti kejadian yang terjadi pada Simar dan keluarganya. Simar sangat geram pada dua orang preman berkumis tebal yang datang
minta tambahan uang atas nama pengamanan wilayah. Padahal Simar dan keluarga
tidak punya apa-apa. Tinggal di kawasan kumuh Jakarta Barat, di lokasi
terpencil, dan menyewa tanah garapan, entah milik siapa, kepada aparat yang
mengaku berkuasa (Gramedia 2007:38).
Dalam cerpen ini penulis menampilkan
kehidupan orang pinggiran (wong cilik) yang sering dilupakan orang atau yang
dianggap sebagai sampah masyarakat. Ini adalah realita yang kita lihat setiap
hari. Jika kita membaca koran atau menonton berita di TV,
kemiskinan terjadi di mana-mana dan hampir setiap hari pasti ada berita tentang rumah penduduk
yang digusur sehingga mereka terpaksa tinggal di gubuk-gubuk dan di
kolong-kolong jembatan, karyawan di-PHK sehingga terpaksa menganggur,
orang-orang kaya sangat pelit dan tidak pernah memberi sedekah kepada orang
miskin, dan masih banyak lagi. Atau bahkan semua peristiwa itu pernah kita
saksikan dan alami sendiri.
Lewat tokoh simar, penulis seakan memberikan kritik
kepada masyarakat yang kurang bersyukur dan menganjurkan sedekah kepada orang
miskin. Cerpen ini diawali dengan kalimat “Sampean harus ikut mikirin, jangan Cuma meres rakyat
(Gramedia 2007:38)”. Orang-orang yang hidup
di atas kelimpahan, dan memunyai kedudukan yang bagus harus melihat dan membantu orang-orang yang mengalami
kesusahan seperti (DPR) Dengan demikian kritik tidak saja kepada masyarakat, tetapi
juga kepada pemerintah dan badan legislatif (DPR) yang dinilai kurang berpihak
kepada masyarakat kecil. Untuk sebuah megaproyek yang mendatangkan keuntungan
besar, mereka (Pemerintah dan DPR) bersekongkol untuk menggusur rumah-rumah
penduduk dengan “bersembunyi” di balik undang-undang dan peraturan-peraturan.
Anggota Dewan hanya menjanjikan hal yang muluk-muluk ketika Pemilu. Tetapi
setelah itu mereka menjadi “monster” yang mengerikan bagi masyarakat. Kritik ini diperkuat lewat Pak Haji mengeluhkan
hidup orang-orang Indramayu makin berat (Gramedia 2007: 37).
Inilah pikiran, perasaan, dan pengalaman penulis tentang
ketimpangan sosial yang terjadi dalam masyarakat sehingga ia harus menunjukkan
sikap dan memberikan pendapat lewat tokoh-tokoh ceritanya. Tetapi kisah ini
juga dapat menjadi pelajaran bagi pembaca agar lebih “adil” terhadap
orang-orang yang dianggap sebagai sampah masyarakat, sebab mereka juga punya
harkat dan martabat yang sama dengan kita, mereka punya hak untuk hidup di
negeri ini, mereka punya potensi yang dapat dikembangkan sehingga patut untuk
diperhitungkan.
Unsur ekspresi dan persuasi ada dalam cerpen ini. Unsur mana
yang lebih dominan, tergantung ketajaman analisis pembaca dalam menemukan
tujuan penulis. Namun menurut pengkaji unsur ekspresi dan unsur persuasi adalah
dua hal yang menonjol dari cerpen ini. “Dengan demikian pengelompokan sebuah
teks dalam kategori tertentu mungkin saja merupakan hal yang subjektif sehingga
aturan pasti untuk pengelompokan teks tidak dapat kami berikan” Luxemburg,
dkk., (1991:57).
Dengan
begitu, teks ekspresif bila tujuannya
untuk mengungkapkan buah pikiran, perasaan, pengalaman, dan pendapat pengarang.
Teks ekspresif juga memberi informasi tentang dunia nyata dan juga ditujukan
kepada pembaca, namun fungsi utamanya adalah penyajian diri si pengarang. Teks
persuasif di lain pihak terutama mementingkan penerima, pembaca, atau dalam hal
komunikasi lisan, pendengar. Usahanya ialah memengaruhi, meyakinkan atau mendorong perilaku tertentu. Pengarang
menggunakan teknik tertentu untuk mencekam pembaca (dengan ketegangan),
mengharukan, menyenangkan, atau mengajarinya (Luxemburg, dkk., 1991:56).
Keluarga simar, penulis seakan memberikan kritik
kepada masyarakat yang kurang bersyukur dan menganjurkan sedekah kepada orang
miskin. Orang-orang yang hidup di atas
kelimpahan, dan memunyai kedudukan yang bagus harus melihat di sebelah dan
membantu orang-orang yang mengalami kesusahan. Seperti (DPR) Dengan demikian kritik tidak saja
kepada masyarakat, tetapi juga kepada pemerintah dan badan legislatif (DPR)
yang dinilai kurang berpihak kepada masyarakat kecil. Untuk sebuah megaproyek
yang mendatangkan keuntungan besar, mereka (Pemerintah dan DPR) bersekongkol
untuk menggusur rumah-rumah penduduk dengan “bersembunyi” di balik
undang-undang dan peraturan-peraturan. Anggota Dewan hanya menjanjikan hal yang
muluk-muluk ketika Pemilu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar