Jumat, Oktober 10, 2014

Fungsi Bahasa Kias Dalam Puisi


Fungsi Bahasa Kias Dalam Puisi


 Untuk Menghasilkan Kesenangan Imajinasi,
Dengan  membandingkan hal-hal yang memiliki sifat atau gambaran yang indah, imajinasi dibawa ke hal-hal yang secara fisis maupun maknawi memang betul-betul indah, sebagaimana sajak berikut ini.

Engkau adalah putri duyung
Tawananku
Putri duyung dengan
Suara merdu lembut
Bagai angin laut
Mendesahlah bagiku!
Angin mendesah
Selalu mendesah
Dengan ratapnya yang merdu
Engkau adalah putri duyung
Tergolek lemas
Mengejap-ngejapkan matanya yang indah
Dalam jariku
Wahai, putri duyung
Aku menjaringmu
Aku melamarmu.

Rendra telah menyamakan kekasihnya dengan putri duyung, putri  cantik memiliki tubuh yang indah, tergolek lemas, sambil mengejap-ngejapkan mata yang indah. Perbandingan di atas menghasilkan imaji yang menyenangkan.

  1.  Untuk Mengahsilkan Imaji Tambahan dalam Puisi,
Deskripsi  keindahan tentang sesuatu mungkin sudah memberikan imaji tersendiri, tetapi penyair ingin memberikan gambaran agar terbentuk imaji tambahan, sebagaimana sajak berikut.

La Ronde
Adakah yang lebih indah
Dari bibir padat merekah
Adakah yang lebih manis
Dari gelap di bayang alis
 Di keningnya pelukis ragu
Mencium atau menyelimuti bahu
Tapi rambutnya menuntun tangang
Hingga pantatnya penuh saran

Gambaran yang dibangun oleh penyair berdasarkan kondisi fisik seorang gadis, mulai dari bibir yang merekah, kegelapan dibayangan alis, rambutnya menuntun tangan hingga pantatnya penuh saran.

Untuk Menambah Intensitas Perasaan Penyair
            Bahasa  kiasan merupakan sarana dan sekaligus cara menambah intesitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikapnya. Sebagai contoh diperhatikan sajak  berikut.

Afrika Selatan
Tatapi istriku terus berbiak
Seperti rumput di pekarangan mereka
Seperti lumut di tembok mereka
Seperti cendewan di roti mereka
Sebab bumi hitam milik kami
Tambang intan milik kami
Gunung natal milik kami.
.

Untuk Mengonsentrasikan Makna
            Bahasa  kiasan merupakan cara untuk mengonsentrasikan makna yang hendak disampikan dan cara untuk menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat. Contoh  berikut.

Engkau

Engkau bagaikan kolam di tengah-tengah belukar
biriak-riak tenang
membiarkan nyiur sepasang
bercerminkan diri ke dalam
airmu…

kupandang dari kiri
Terlihat sinar matahari
Di muka air berseri

Kupandang dari kanan
Hanyalah rumput panjang

Ah!
Berkeliling aku melangkah cepat
Hanya pohon, rumput, awan yang padat

Sinar gemerlap yang dapat kulihat
Tapi
Mengapa, mengapa dasarmu
Tak kunjung menampak.

Guna perbandingan seperti di atas untuk memberi gambaran yang jelas dengan maksud memerdalam, menandaskan  dan mengonsentrasikan  makna betapa sulitnya  melihat kedalaman jiwa atau hati seseorang  yang disebut dengan engkau.
  
Citraan atau Gambaran Angan

Ketika kita membaca, mendengarkan pembacaan puisi kita sering merasakan seolah-oleh hanyut dalam suasana yang diciptakan oleh penyair dalam puisi yang dicipta.
Ketika penyair mengungkapkan peristiwa menyedihkan kita juga ikut larut. Demikian pula apabila penyair mengungkapkan perasaan dendam, marah, benci, cinta, kita juga larut dalam suasana tersebut. Pendek kata apa yang dimiliki penyair  juga menjadi milik pembaca.
Citraan merupakan salah satu unsur puisi yang sangat penting kehadirannya dalam membangun keutuhan dan kekuatan puisi.
  
Pengertian Ruang Lingkup dan Sumber Citraan

Secara umum dalam memelajari sebuah puisi perlu diperhatikan yaitu makna pusi dan maksud penyairnya. Puisi yang baik bukan sekedar dari susunan kata-kata yang baik dan indah yang tidak punya arti atau makna, melainkan mesti punya tema yang ingin disampaikan oleh penyair melalui cara dan alat tertentu. Keberhasilan penyair terletak dalam kemampuannya membentuk keselarasan antara tema dan cara penyampaian.
Cara dan alat penyampai tema biasa disebut style yang terdiri dari beberapa unsur yaitu pola bunyi atau irama, rima, diksi, dan citraan. Di samping itu, penyair juga menggunakan gambaran angan yang disebut citraan atau gambaran-gambaran dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya.
            Altenbernd (1970) menyampaikan, bahwa citraan adalah gambar-gambar dalam pikiran dan bahasa yang menggambarkannya, sedangkan setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji. Gambaran pikiran ini adalah seuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai atau gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh mata, saraf penglihatan, dan daerah-daerah otak yang bersangkutan.
            Berkaitan dengan citraan, kata harus diketahui dalam artian bahwa orang harus dapat mengingat sebuah pengalaman inderaan atas objek-objek yang disebutkan. Karena, tanpa hal itu maka kaburlah gambaran itu. Demikian pula pembuatan gambaran, hendaknya jangan berada di luar pengalaman kita, misalnya, sebuah imaji: hitam seperi ronga serigala!. Orang yang pernah mengalami berada di rongga atau di bagian dalam tenggerokan serigala. Jadi perumpamaan tidak dapat menghidupkan gambaran (Coombes,1980). Demikian pula imaji klise atau konvensional tidak dapat memberi efek puitis dan tidak menghidupkan gambaran misalnya seputih kertas, bahkan akan lebih efektif kalau dikatakan Ia sangat pucat.
            Citraan biasaya lebih mengingatkan kembali daripada membuat baru kesan pikiran, sehingga pembaca terlibat dalam kreasi puitis (Altenbernd, 1980). Pembaca akan lebih mudah memahami hal-hal yang dalam pengalamannya telah tersedia simpanan imaji-imaji yang kaya.

Sajak Putih
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi malam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dan hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah

Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita mati datang tidak membelah.

Tari warna pelangi/bertudung sutra senja/ di hitam matamu/kembang mawar dan melati, kita (pembaca) dibawa oleh penyair seolah-olah berhadapan langsung benda-benda tersebut, angan kita dibawa untuk melihat apa yang dikemukakan
Sepi menyanyi, meriak muka air, memerdu lagu. Penyair membawa angan kita  untuk mendengarkan nyanyia sepi (indra pendengar/gambaran angan disebut citra pendengaran

Dewa Telah Mati

Tak ada dewa di rawa-rawa  ini
Hanya gagak yang mengakak malam hari
Dan siang terbang mengintari bangkai
Pertapa yang terbunuh dekat kuil

Dewa telah mati
Hanya ular yang mendesir dekat sumber
Lalu minum dari mulut
Pelacur yang tersenyum dengan bayang sendiri

Bumi ini perempuan jalang
Yang menarik laki-laki jantan dan pertapa
Ke rawa-rawa mesum ini
Dan membunuhnya pagi hari.

 

 


Tidak ada komentar: