Jumat, Oktober 10, 2014

Analisis Struktur Puisi


Analisis Struktur Puisi

Puisi adalah sebuah struktur, maksudnya adanya unsur-unsur yang menyusun struktur itu yang berhubungan satu dengan yang lain. Unsur puisi hanya mempunyai arti dalam hubungannya dengan unsur-unsur lainnya dalam struktur dan keseluruhannya.
Unsur puisi adalah unsur fungsional. Artinya tiap unsur puisi mempunyai fungsi tertentu dalam kaitannya dengan unsur-unsur yang lain. Misalnya  sebuah unsur berfungsi untuk memberi gambaran angan yang jelas dan konkret
Struktur puisi adalah struktur yang kompleks. Artinya unsur-unsur puisi itu banyak dan saling jalin-menjalin. Oleh karena itu, struktur sajak haruslah dianalisis untuk bisa dipahami dengan baik. Kita perhatikan sajak berikut

Stanza

Ada burung dua jantan dan betina
Hinggap di dahan
Ada daun dua, tidak jantan tidak betina
Gugur dari dahan
Ada angin dan kapuk gugur, dua-dua sudah tua
Pergi ke selatan.
Ada burung, daun, kapuk, angin, dan mungkin juga debu
Mengendap dalam nyanyiku

Sajak tersebut tidak cukup bila kita hanya mengatakan bahwa sajak itu berpola sajak a-b-a-b-b-c-c. terdapat pula sajak dalam: dua … betina. Begitu juga terdapat gaya paralelisme (baris 1,3,5,7). Analisis semacam itu hanya merupakan pengumpulan data.
Analisis yang sesungguhnya harus diterangkan bahwa: ulangan-ulangan bunyi berfungsi membuat liris. Ulangan-ulangan yang berupa paralelisme itu menunjukkan  banyaknya pengalaman si aku  dalam kehidupannya yang mengingatkan keromantisannya, pengembaraannya, dan juga ingatannya  kepada maut pada akhir hidup manusia. Semua pengalaman itu dikiaskan sebagai burung, daun, kapuk, angin, dan debu.
Kelanjutan analisis, sampai sekarang dikenal adanya analisis dikotomis pembagian menjadi dua yakni: bentuk dan isi. Akan tetapi belum jelas. Mana bentuk puisi dan mana isi puisi. Bentu  dan isi sajak itu tidak dapat dipisahkan ibarat air dengan gelas, tercampur bersatu padu hingga sukar ditentukan mana bentuk dan mana yang isi.
Oleh karena itu, ada usaha lain yang tidak berdasar bentuk dan isi, tetapi berdasarkan fenomenanya atau kenyataan yang ada. Oleh  karena itu, analisisnya disebut analisis fenomonologis. yang beasal dari Roman Ingarden seorang Filsuf Polandia. Analisisnya dikemukakan oleh Rene Wellek
Analisis ini berupa analisis lapis-lapis norma karya sastra. Norma itu, kenyataan yang terkandung dalam karya sastra sendiri bukan  dari luar. Puisi itu merupakan struktur lapis-lapis norma. Norma yang di atas menimbulkan norma yang di bawahnya
Menurut Ingarden karya sastra itu terdiri atas lapis norma yaitu : (1) lapis bunyi, (2) lapis arti, (3) lapis dunia pengarang, (4) lapis dunia dilihat dari sudut pandang tertentu yang implicit, dan (5) lapis metafiris.
Menurut Wellek lapis ke-4 dan lapis ke-5 dapat disatukan dengan lapis ketiga, dan lapis dunia pengarang. Untuk menjelaskan analisis  fenomonologis, kita ambil sajak epis, yang naratif karena di dalamnya terdapat kelima lapis tersebut sebab tidak semua sajak berisi kelima lapis tersebut. Diperhatikan berikut ini

Cintaku Jauh di Pulau

Cintaku jauh di pulau
Gadis manis sekarang iseng sendiri

Perahu melancar, bulan memancar
Di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
Angin membantu, laut terang, tapi terasa
Aku tidak kan sampai padanya

Di air yang terang, di angin mendayu
Diperasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertahta, sambil berkata
“Tunjukkan perahu ke pangkuanku saja”

Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku

Manisku jauh di pulau
Kalau ku mati, dia mati iseng sendiri (Chairil Anwar).

            1. Lapis Bunyi


Lapis bunyi berupa deretan bunyi-bunyi fonem. Bunyi fonem itu berderet dan bergabung menjadi satuan lebih besar sesuai dengan konvensi bahasa (bahasa Indonesia).
Dalam sajak pembicaraan lapis bunyi harus ditujukan pada bunyi yang bersifat istimewa atau khusus iaitu yang dipergunakan untuk mendapatkan  efek puitis atau nilai seni. Misalnya, berikut ini.
Bait pertama baris pertama, ada asonansi a dan u (cintaku jauh di pulau)
Baris kedua ada aliterasi s yang berturut-turut (gadis manis sekarang iseng sendiri. Bait kedua ada asonansi a melancar – memancar – si pacar – terang terasa padanya
Aliterasi l dan r : perahu melancar – bulan memancar – laut terang – tapi terasa.

Pola sajak akhit bait ke-2, 3,4: aa – bb yang saling dipertentangkan memacar – si pacar dipertentangkan dengan terasa – padanya; kutempuh – merapu  dipertentangkan dengan  dulu – cintaku

Terakhir dalam sajak itu bunyi-bunyi yang dominan adalah vokal bersuara berat a dan u  yang dipergunakan sebagai lambang rasa.





2.      Lapis Arti

Dalam  menganalisis sajak berdasarkan lapis arti itu menerangkan arti tiap kata, kelompok kata, dan kalimat berdasarkan arti linguistiknya supaya menjadi jelas. Lebih-lebih kata yang tidak biasa. Diperhatikan berikut ini.

            Bait pertama, “Cintaku jauh di pulau” artinya: kekasihku berada di pulau yang jauh. “Gadis manis sekarang “ artinya kekasih si aku itu masih gadis dan manis. Karena si aku tidak ada, ia berbuat iseng menghabiskan waktu sendirian. Dapat juga berarti si gadis dengan sangat menantikan si aku.

            Bait kedua, untuk menuju kekasihnya itu si aku naik perahu dengan lancar pada waktu terang bulan dan ia membawa  buah tangan (ole-ole). Angin pun membantu (angin buritan), laut terang: tidak berkabut. Meskipun demikian, si aku merasa tidak akan sampai kepada pacarnya.

Bait ketiga, di laut  yang terang dan angin yang bertiup kencang, menurut perasaannya secara sepenuhnya (diperasaan penghabisan) semuanya serba cepat, laju tanpa halangan (baris ke-1,2), namun ajal (kematian) telah memberi isyarat akan mengakhiri hidup si aku.

Bait keempat, menunjukkan bahwa si aku putus asa. Meskipun ia sudah bertahun-tahun berlayar sehingga perahu yang dinaiki akan rapuh kena air garam (baris ke-1,2) namun kematian telah menghadang dan mengakhiri hidupnya sebelum ia sempat bertemu bercinta dengan kekasihnya.

Bait kelima, karena itu, kekasih si aku yang berada di pulau yang jauh itu akan sia-sia menanti si aku dan mati menghabiskan waktu sendiri.


3.       Lapis Dunia Pengarang (Lapis ketiga)

Disebut dunia pengarang karena cerita itu hanya bersifat rekaan, dunia yang dikemukakan itu bukan peristiwa yang dialami oleh Chairil Anwar secara nyata, hanyalah karangannya saja.
Unsur-unsur lapis dunia pengarang berupa: objek-objek yang dikemukakan: cintaku, gadis manis, laut, pulau, perahu, angin, bulan, air laut, dan ajal.

Pelaku atau tokoh:  si aku
Latar waktu: waktu malam terang bulan
Latar tempat: laut yang terang (tidak berkabut), berangin yang kencang (angin buritan)
Dunia pengarangnya adalah cerita sebagai berikut: Pacar si aku, gadis manis, berada di pulau yang jauh. Si aku ingin menjumpai kekasihnya itu. Ia naik perahu dengan membawa buah tangan  yang dikalungkan di lehernya. Perahu berjalan lancar pada waktu bulan bersinar terang, angin pun membantu bertiup dari buritan. Menurut perasaan si aku, sehabis-habis perasaannya perahu itu berjalan sangat lancar, tidak ada kabut, bulan terang, angin pun membantu lancarnya perahu. Akan tetapi, si aku merasa bahwa ia tidak akan sampai ke tempat kekasihnya. Ia merasa maut telah menghadangnya
Meskipun telah bertahun-tahun ia berlayar dan perahunya pun menjadi rapuh karena lama merendam air garam (air laut), tetapi mengapa maut telah menyergap sebelum ia dapat bertemu dan bermesraan dengan kekasihnya. Kalau si aku mati, kekasihnya pun akan mati iseng sendiri.

  1.  Lapis Dunia yang Implisit (Lapis keempat)

Berupa sugesti-sugesti atau kiasan-kiasan. dunia yang dipandang dari sudut pandang tertentu yang tidak usah dinyatakan (implisit). Tidak usah dikatakan malam, tapi dengan adanya bulan memancar itu berarti malam hari. Laut terang berarti juga tidak hujan, tidak berkabut (hakikat puis berupa pemadatan)

Puisi merupakan ekspresi tidak langsung. Sajak tersebut merupakan kiasan manusia pada umumnya. Gadis manis itu merupakan kiasan apa yang akan dicapai manusia, dapat juga dipandang dari sudut pandang tertentu gadis manis itu kiasan cita-cita manusia yang akan dicapai. Akan tetapi, meskipun segalanya berjalan lancar: syarat-syrata mencukupi, tanpa halangan, segala usaha lancar, si aku manusia sebelum mencapai apa yang dicita-citakan atau diharapkan telah disergap maut (ajal memanggil dulu/sebelum sempat berpeluk dengan cintaku). Dengan demikian, cita-cita tidak tercapai dan sia-sia saja (dia mati iseng sendiri).

  1.  Lapis Metafiris (lapis kelima)

Menyebabkan pembaca berkontemplasi. Dalam sajak ini lapis itu berupa ketragisan hidup manusia iaitu: meskipun segala usaha telah dilakukan disetai sarana yang cukup, bahkan segalanya telah berjalan dengan lancar, tetapi sering kali manusia tak dapat mencapai apa yang diidam-idamkannya karena maut telah lebih dahulu menghadang. Dengan demikian, cita-cita yang hebat, menggairahkan, akan sia-sia saja.

2 komentar:

Blogger mengatakan...

Water Hack Burns 2 lb of Fat OVERNIGHT

Well over 160000 men and women are losing weight with a simple and secret "water hack" to burn 2 lbs each and every night in their sleep.

It's simple and works on anybody.

Here's how you can do it yourself:

1) Go grab a glass and fill it half the way

2) And then learn this awesome hack

and become 2 lbs lighter in the morning!

Kumpulan artikel happening now mengatakan...

Good