A. Konsep Sarana dan Prasarana Pendidikan
Perlengkapan sekolah merupakan salah satu bagian kajian dalam administrasi sekolah (school administration), atau administrasi pendidikan (educational administration) dan sekaligus menjadi bidang garapan kepala sekolah selaku administrator sekolah yang diharapkan dapat memberikan layanan secara profesional dalam bidang perlengkapan atau fasilitas kerja bagi personel sekolah. Dengan pengelolaan yang efektif dan efisien diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja personel sekolah.
Perlengkapan sekolah, atau juga sering disebut dengan fasilitas sekolah, dapat dikelompokkan menjadi: (1) sarana pendidikan; dan (2) prasarana pendidikan. Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, sedangkan prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah. Dalam hal ini sekolah sangat membutuhkan sarana dan prasarana demi untuk kelangsungan proses belajar belajar.
B.Macam-macam Sarana dan Prasarana Pendidikan
Dalam hubungannya dengan sarana pendidikan, Nawawi (1987) mengklasifikasikan sarana menjadi beberapa macam sarana pendidikan, yaitu ditinjau dari sudut: (1) habis tidaknya dipakai; (2) bergerak tidaknya pada saat digunakan; dan (3) hubungannya dengan proses belajar mengajar.
1)Ditinjau dari Habis Tidaknya Dipakai
Apabila dilihat dari habis tidaknya dipakai, ada dua macam sarana pendidikan, yaitu sarana pendidikan yang habis dipakai dan sarana pendidikan tahan lama.
(a)Sarana pendidikan yang habis dipakai
Sarana pendidikan yang habis dipakai adalah segala bahan atau alat yang apabila digunakan bisa habis dalam waktu yang relatif singkat. Hal ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit karena apa yang sudah dibeli tidak bisa kita gunakan lagi . Sebagai contohnya adalah kapur tulis yang biasa digunakan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran, beberapa bahan kimia yang sering kali digunakan oleh seorang guru dan siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Selain itu, ada beberapa sarana pendidikan yang berubah bentuk misalnya, kayu, besi, dan kertas karton yang sering kali digunakan oleh guru dalam mengajar materi pelajaran keterampilan. Sementara, sebagai contoh sarana pendidikan yang berubah bentuk adalah pita mesin tulis, bola lampu, dan kertas.
(b)Sarana pendidikan yang tahan lama
Sarana pendidikan yang tahan lama adalah keseluruhan bahan atau alat yang dapat digunakan secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama. Beberapa contohnya adalah bangku sekolah, mesin tulis, atlas, globe, dan beberapa peralatan olahraga. Dalam hal ini sarana pendidikan tahan lama adalah inventaris yang secara terus menerus masih membutuhkan biaya untuk perawatan.
2)Ditinjau dari Pendidikan Bergerak Tidaknya
(a)Sarana pendidikan yang bergerak
Sarana pendidikan yang bergerak adalah sarana pendidikan yang bisa digerakkan atau dipindah sesuai dengan kebutuhan pemakaiannya. Lemari arsip sekolah misalnya, merupakan salah satu sarana pendidikan yang bisa digerakkan atau dipindahkan ke mana mana bila diinginkan. Sarana pendidikan ini bisa digunakan pada berbagai tingkatan kelas.
(b)Sarana pendidikan yang tidak bisa bergerak
Sarana pendidikan yang tidak bisa bergerak adalah semua sarana pendidikan yang tidak bisa atau relatif sangat sulit untuk dipindahkan. Misalnya saja suatu sekolah dasar yang telah memiliki saluran dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Semua peralatan yang berkaitan dengan itu, seperti pipanya relatif tidak mudah untuk dipindahkan ke tempat tempat tertentu. Perpindahan ini harus melalui persetujuan dari berbagai pihak sehingga sulit sekali untuk dilaksanakan.
3)Ditinjau dari hubungannya dengan Proses Belajar Mengajar
Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar, ada dua jenis sarana pendidikan. Pertama, sarana pendidikan yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar. Sebagai contohnya adalah kapur tulis, atlas, dan sarana pendidikan lainnya yang digunakan guru dalam mengajar. Kedua, sarana pendidikan yang secara tidak langsung berhubungan dengan proses belajar mengajar, seperti lemari arsip di kantor sekolah merupakan sarana pendidikan yang tidak secara langsung digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam. Pertama, prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik keterampilan, dan ruang laboratorium. Kedua, prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar. Beberapa contoh tentang prasarana sekolah jenis terakhir tersebut di antaranya adalah ruang kantor, kantin sekolah, tanah dan jalan menuju sekolah, kamar kecil, ruang usaha kesehatan sekolah, ruang guru, ruang kepala sekolah, dan tempat parkir kendaraan
C. Prinsip-prinsip Pengadaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Secara umum, tujuan pengadaan sarana dan prasarana sekolah adalah memberikan layanan secara profesional di bidang pendidikan dalam rangka terselenggaranya proses pendidikan secara efektif dan efisien. Agar tujuan tersebut tercapai, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam mengelola sarana dan prasarana pendidikan di sekolah. Prinsip prinsip yang dimaksud adalah (1) prinsip pencapaian tujuan; (2) prinsip efisiensi; (3) prinsip administratif., (4) prinsip kejelasan tanggung jawab; dan (5) prinsip kekohesifan. Apabila kelima prinsip tersebut diterapkan, manajemen perlengkapan pendidikan bisa menyokong tercapainya tujuan pendidikan.
1)Prinsip Pencapaian Tujuan
Pada dasarnya pengadaan sarana dan prasarana sekolah dilakukan dengan maksud agar semua fasilitas sekolah dalam keadaan kondisi siap pakai. Oleh sebab itu, sarana dan prasarana sekolah dapat dikatakan efektif bilamana fasilitas sekolah itu selalu siap pakai setiap saat, pada setiap ada seorang personel sekolah akan menggunakannya.
2)Prinsip Efisiensi
Dengan prinsip efisiensi berarti semua kegiatan pengadaan sarana dan prasarana sekolah dilakukan dengan perencanaan yang hati hati, sehingga bisa memperoleh fasilitas yang berkualitas baik dengan harga yang relatif murah. Dalam rangka itu maka perlengkapan sekolah hendaknya dilengkapi dengan petunjuk teknis penggunaan dan pemeliharaannya. Petunjuk teknis tersebut dikomunikasikan kepada semua personel sekolah yang diperkirakan akan menggunakannya. Selanjutnya, bilamana dipandang perlu, dilakukan pembinaan terhadap semua personel.
3)Prinsip Administratif
Di Indonesia terdapat sejumlah peraturan perundang undangan yang berkenaan dengan sarana dan prasarana pendidikan. Sebagai contohnya adalah peraturan tentang inventarisasi dan penghapusan perlengkapan milik negara. Dengan prinsip administratif berarti semua perilaku pengelolaan perlengkapan pendidikan di sekolah itu hendaknya selalu memperhatikan undang undang, peraturan, instruksi, dan pedoman yang telah diberlakukan oleh pemerintah. Sebagai upaya penerapannya, tiap penanggung jawab pengelolaan perlengkapan pendidikan hendaknya memahami semua peraturan perundang undangan tersebut dan menginformasikan pada semua personel sekolah yang diperkirakan akan berpartisipasi dalam pengelolaan perlengkapan pendidikan.
4)Prinsip Kejelasan Tanggung Jawab
Di Indonesia tidak sedikit adanya lembaga pendidikan yang sangat besar dan maju. Oleh karena besar, sarana dan prasarananya sangat banyak sehingga manaje¬mennya melibatkan banyak orang. Bilamana hal itu terjadi maka perlu adanya pengorganisasian kerja pengelolaan perlengkapan pendidikan. Dalam pengorgasasiannya, semua tugas dan tanggung jawab semua orang yang terlibat itu perlu deskripsikan dengan jelas.
5)Prinsip Kekohesifan
Dengan prinsip kekohesifan berarti pengelolaan sarana dana prasarana pendidikan di sekolah hendaknya terealisasikan dalam bentuk proses kerja sekolah yang sangat kompak. Oleh karena itu, walaupun semua orang yang terlibat dalam pengelolaan sarana dan prasarana itu telah memiliki tugas dan tanggungjawab masing masing, namun antara yang satu dengan yang lainnya harus selalu bekerja sama dengan baik.
D.Proses Pengelolaan Sarana dan Prasarana Pendidikan
Pengelolaan sarana dan prasarana sekolah sesungguhnya merupakan proses kerja sama pendayagunaan semua perlengkapan sekolah secara efektif dan efisien. Satu hal yang perlu dipertegas dalam definisi tersebut adalah bahwa pengelolaan sarana dan prasarana sekolah merupakan suatu proses pendayagunaan yang sasarannya adalah perlengkapan pendidikan, seperti perlengkapan kantor sekolah, perlengkapan perpustakaan, media pengajaran, dan perlengkapan lainnya. Dengan kata lain, pengelolaan sarana dan prasarana sekolah itu terwujud sebagai suatu proses yang terdiri atas langkah langkah tertentu secara sistematis.
Berkaitan dengan hal tersebut, Stoops dan Johnson (1967), mengungkapkan langkah langkah pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan itu meliputi analisis kebutuhan, analisis anggaran, seleksi, penetapan kebutuhan, pembelian, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemakaian, inventarisasi, dan pemeliharaan. Kegiatan kegiatan seperti analisis dan penyusunan kebutuhan, pembelian, penerimaan perlengkapan sekolah yang pada dasarnya dilakukan oleh pengelola sarana dan prasarana pendidikan sebagai perencanaan pengadaan sarana dan prasarana. Oleh karena itu, semua kegiatan tersebut dapat dikategorikan dengan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan.
Selanjutnya, secara periodik semua sarana dan prasarana sekolah tersebut diinventarisasi. Apabila dalam penginventarisasiannya ternyata ada sejumlah sarana dan prasarana yang sudah tidak layak pakai maka perlu dilakukan penghapusan. Pada gilirannya nanti, semua hasil inventarisasi dan penghapusan tersebut dijadikan dasar analisis kebutuhan untuk pengadaan sarana dan prasarana sekolah pada masa berikutnya.
1) Perencanaan Sarana Prasarana Sekolah
Ditinjau dari arti katanya, perencanaan adalah suatu proses memikirkan dan menetapkan kegiatan kegiatan atau program program yang akan dilakukan di masa yang akan datang untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, perencanaan sarana prasarana pendidikan dapat didefinisikan sebagai suatu proses memikirkan dan menetapkan program pengadaan fasilitas sekolah, baik yang berbentuk sarana maupun prasarana pendidikan di masa yang akan datang untuk mencapai tujuan tertentu. Apabila pengadaan perlengkapan itu betul betul sesuai dengan kebutuhannya, berarti perencanaan pengadaan perlengkapan di sekolah itu betul betul efektif.
2) Prosedur Perencanaan Pengadaan Sarana Prasarana
Perencanaan sarana prasarana pendidikan di sekolah, diawali dengan menganalisis jenis pengalaman pendidikan yang diberikan di sekolah itu. Jones (1969) mendeskripsikan langkah langkah perencanaan pengadaan sarana prasarana pendidikan di sekolah sebagai berikut.
(a) Menganalisis kebutuhan pendidikan suatu masyarakat dan menetapkan program untuk masa yang akan datang sebagai dasar untuk mengevaluasi keberadaan fasilitas dan membuat model perencanaan perlengkapan yang akan datang.
(b) Melakukan survei ke seluruh unit sekolah untuk menyusun master plan untuk jangka waktu tertentu.
(c) Memilih kebutuhan utama berdasarkan hasil survei.
(d) Mengembangkan educational specification untuk setiap proyek yang terpisah¬-pisah dalam usulan master plan.
(e) Merancang setiap proyek yang terpisah pisah sesuai dengan spesifikasi pendidikan yang diusulkan.
(f) Mengembangkan atau menguatkan tawaran atau kontrak dan melaksanakan sesuai dengan gambaran kerja yang diusulkan.
(g) Melengkapi perlengkapan gedung dan meletakkannya sehingga siap untuk digunakan.
Emery Stoops dan Russel E. Johnson (1969) mengemukakan bahwa prosedur perencanaan pengadaan perlengkapan pendidikan di sekolah, sebagai berikut.
(a) Pembentukan panitia pengadaan barang atau perlengkapan.
(b) Penetapan kebutuhan perlengkapan.
(c) Penetapan spesifikasi.
(d) Penetapan harga satuan perlengkapan.
(e) Pengujian segala kemungkinan.
(f) Rekomendasi.
(g) Penilaian kembali.
Menurut Stoop dan Johnson, langkah pertama perencanaan pengadaan perlengkapan sekolah adalah pembentukan panitia pengadaan. Kedua, panitia tersebut menganalisis kebutuhan perlengkapan dengan jalan menghitung atau mengidentifikasi kekurangan rutin, barang yang rusak, kekurangan unit kerja, dan kebijaksanaan kepala sekolah.
Sementara menurut Boeni Soekarno (1987) langkah langkah perencanaan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah, yaitu sebagai berikut.
(a) Menampung semua usulan pengadaan perlengkapan sekolah yang diajukan setiap unit kerja sekolah dan atau menginventarisasi kekurangan perlengkapan sekolah.
(b) Menyusun rencana kebutuhan perlengkapan sekolah untuk periode tertentu, misalnya, untuk satu tri wulan atau satu tahun ajaran.
(c) Memadukan rencana kebutuhan yang telah disusun dengan perlengkapan yang telah tersedia sebelumnya. Dalam rangka itu, perencana atau panitia pengadaan mencari informasi tentang perlengkapan yang telah dimiliki oleh sekolah. Salah satu cara adalah dengan jalan membaca buku inventaris atau buku induk barang. Berdasarkan panduan tersebut lalu disusun rencana kebutuhan perlengkapan, yaitu mendaftar semua perlengkapan yang dibutuhkan yang belum tersedia di sekolah.
(d) Memadukan rencana kebutuhan dengan dana atau anggaran sekolah yang telah tersedia. Apabila dana yang tersedia tidak mencukupi untuk pengadaan semua kebutuhan itu maka perlu dilakukan seleksi terhadap semua kebutuhan perlengkapan yang telah direncanakan, dengan melihat urgensi setiap perlengkapan tersebut. Semua perlengkapan yang urgen segera didaftar.
(e) Memadukan rencana (daftar) kebutuhan perlengkapan dengan dana atau anggaran yang ada. Apabila ternyata masih melebihi dari anggaran yang tersedia, perlu dilakukan seleksi lagi dengan cara membuat skala prioritas.
(f) Penetapan rencana pengadaan akhir.
Berdasarkan keseluruhan uraian tentang prosedur perencanaan pengadaan sarana prasarana di sekolah sebagaimana dikemukakan di atas, dapat ditegaskan bahwa proses perencanaan pengadaan sarana prasarana di sekolah tidak mudah. Perencanaan pengadaan sarana prasarana merupakan upaya memikirkan perlengkapan yang diperlukan di masa yang akan datang dan bagaimana pengadaannya secara sistematis, rinci, dan teliti berdasarkan informasi yang realistis tentang kondisi sekolah dasar.
Agar prinsip prinsip tersebut betul betul terpenuhi, semua pihak yang dilibatkan atau ditunjuk sebagai panitia perencanaan pengadaan perlengkapan di sekolah perlu mengetahui dan mempertimbangkan program pendidikan, perlengkapan yang sudah dimiliki, dana yang tersedia, dan harga pasar. Dalam hubungannya dengan program pendidikan yang perlu diperhatikan adalah organisasi kurikulum sekolah, metode pengajaran, dan media pengajaran yang diperlukan. Dalam kaitannya dengan dana yang tersedia, ada beberapa sumber dana yang biasanya dimiliki sekolah, seperti dana proyek, dana yayasan, atau sumbangan rutin orang tua murid. Sedangkan dalam hubungannya dengan perlengkapan yang sudah dimiliki ada tiga hal yang perlu diketahui, yaitu jenis, jumlah sarana prasarana, dan kualitasnya masing masing.
3) Pengadaan Sarana Prasarana Sekolah
Pengadaan sarana prasarana pendidikan pada dasarnya merupakan upaya merealisasikan rencana pengadaan perlengkapan yang telah disusun sebelumnya. Berkaitan dengan pengadaan sarana prasarana sekolah, ada beberapa cara yang dapat ditempuh oleh pengelola sekolah untuk mendapatkan sarana prasarana yang dibutuhkan sekolah, antara lain dengan cara membeli, mendapatkan hadiah atau sumbangan, tukar menukar, dan meminjam.
4) Pendistribusian Sarana Prasarana Sekolah
Pendistribusian atau penyaluran perlengkapan merupakan kegiatan pemindahan barang dan tanggung jawab dari seorang penanggung jawab penyimpanan kepada unit unit atau orang orang yang membutuhkan barang itu. Dalam prosesnya, ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu ketepatan barang yang disampaikan, baik jumlah maupun jenisnya; ketepatan sasaran penyampaiannya, dan ketepatan kondisi barang yang disalurkan. Dalam rangka itu, paling tidak tiga langkah yang sebaiknya ditempuh oleh bagian penanggung jawab penyimpanan atau penyaluran, yaitu (1) penyusunan alokasi barang; (2) pengiriman barang; dan (3) penyerahan barang.
Dalam kaitan dengan perihal di atas, perlu adanya penyusunan alokasi pendistribusian. Dengan terlebih dahulu melakukan penyusunan alokasi pendistribusian barang barang yang telah diterima oleh sekolah yang dapat disalurkan sesuai dengan kebutuhan barang pada bagian bagian sekolah, dengan melihat kondisi, kualitas, dan kuantitas barang yang ada. Semakin jelas alokasinya, semakin jelas pula pelimpahan tanggungjawab pada penerima. Dengan demikian, pendistribusi¬annya lebih mudah dilaksanakan dan dikontrol setiap saat. Tujuan akhir penyusunan alokasi tersebut pada akhirnya adalah untuk menghindari pemborosan yang seharusnya tidak perlu terjadi. Untuk pendistribusian barang , dapat ditegaskan bahwa pada dasarnya ada dua sistem pendistribusian barang yang dapat ditempuh oleh pengelola perlengkapan sekolah, yaitu sistem langsung dan sistem tidak langsung.
Dengan menggunakan sistem pendistribusian langsung, berarti barang barang yang sudah diterima dan diinventarisasikan langsung disalurkan pada bagian bagian yang membutuhkan tanpa melalui proses penyimpanan terlebih dahulu. Sedangkan dengan menggunakan sistem pendistribusian yang tidak langsung berarti barang barang yang sudah diterima dan sudah diinventarisasikan tidak secara langsung disalurkan, melainkan harus disimpan terlebih dahulu di gudang penyimpanan dengan teratur. Hal ini biasanya digunakan apabila barang barang yang lalu ternyata masih tersisa.
Sistem apa pun yang digunakan oleh pengelola perlengkapan pendidikan di sekolah tidak perlu dipersoalkan, asalkan memenuhi asas asas dalam pendistribusian yang efektif Ada beberapa asas pendistribusian ini yang perlu diperhatikan, yaitu (1) asas ketepatan; (2) asas kecepatan; (3) asas keamanan; (4) asas ekonomis. Namun seandainya digunakan sistem pendistribusian tidak langsung maka barang barang yang perlu disimpan di gudang perlu mendapatkan pengawasan yang efektif.
5) Penggunaan dan Pemeliharaan Sarana Prasarana Sekolah
Dalam kaitan dengan pemakaian perlengkapan pendidikan itu, ada dua prinsip yang harus selalu diperhatikan, yaitu prinsip efektivitas dan prinsip efisiensi. Dengan prinsip efektivitas berarti semua pemakaian perlengkapan pendidikan di sekolah harus ditujukan semata-¬mata dalam rangka memperlancar pencapaian tujuan pendidikan sekolah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dengan prinsip efisiensi berarti pemakaian semua perlengkapan pendidikan di sekolah secara hemat dan dengan hati hati sehingga semua perlengkapan yang ada tidak mudah habis, rusak, atau hilang.
Dalam rangka memenuhi kedua prinsip tersebut di atas maka paling tidak ada tiga kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh personel sekolah yang akan memakai perlengkapan pendidikan di sekolah, yaitu (1) memahami petunjuk penggunaan perlengkapan pendidikan; (2) menata perlengkapan pendidikan; dan (3) memelihara baik secara kontinu maupun berkala semua perlengkapan pendidikan.
Ada beberapa macam pemeliharaan sarana prasarana pendidikan di sekolah. Ditinjau dari sifatnya, ada empat macam pemeliharaan perlengkapan pendidikan. Keempat pemeliharaan tersebut cocok dilakukan pada perlengkapan pendidikan berupa mesin. Pertama, pemeliharaan yang bersifat pengecekan. Pengecekan ini dilakukan oleh seseorang yang mengetahui tentang baik buruknya keadaan mesin. Kedua, pemeliharaan yang bersifat pencegahan. Pemeliharaan dengan cara demikian itu dilakukan agar kondisi mesin selalu dalam keadaan baik. Misalnya, sekolah memiliki sepeda motor dinas hendaknya setiap hari dilakukan pemeriksaan terhadap minyak rem dan bensinnya. Ketiga, pemeliharaan yang bersifat perbaikan ringan, seperti perbaikan remnya. Keempat, perbaikan berat.
Sedangkan apabila ditinjau dari waktu perbaikannya, ada dua macam peme¬liharaan sarana prasarana sekolah, yaitu pemeliharaan sehari hari dan pemeliharaan berkala. Pemeliharaan sehari hari, misalnya, berupa menyapu, mengepel lantai, dan membersihkan pintu. Sedangkan pemeliharaan berkala, misalnya, berupa pengontrolan genting dan pengapuran dinding.
6) Inventarisasi dan Penghapusan Sarana Prasarana Sekolah
Salah satu aktivitas dalam pengelolaan perlengkapan pendidikan di sekolah adalah mencatat semua perlengkapan yang dimiliki oleh sekolah. Lazimnya, kegiatan pencatatan semua perlengkapan itu disebut dengan istilah inventarisasi perlengkapan pendidikan. Kegiatan tersebut merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Secara definitif, inventarisasi adalah pencatatan dan penyusunan daftar barang milik negara secara sistematis, tertib, dan teratur berdasarkan ketentuan ketentuan atau pedoman pedoman yang berlaku. Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor Kep. 225/MK[V/4/ 1971 barang milik negara adalah berupa semua barang yang berasal atau dibeli dengan dana yang bersumber, baik secara keseluruhan atau sebagiannya, dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara APBN) ataupun dana lainnya yang barang barangnya di bawah penguasaan pemerintah, baik pusat, provinsi, maupun daerah otonom, baik yang berada di dalam maupun di luar negeri.
Definisi di atas menegaskan bahwa inventarisasi itu adalah pencatatan semua barang milik negara. Namun sebenarnya yang perlu diinventarisasi tidak hanya itu. Semua barang atau perlengkapan di sekolah, baik barang barang habis pakai maupun tahan lama, baik barang barang milik negara maupun milik sekolah, baik yang bergerak atau tidak bergerak, yang murah maupun mahal, harus diinventari¬sasi secara tertib menurut tata cara yang berlaku.
Semua sarana prasarana pendidikan di sekolah atau barang inventaris sekolah harus dilaporkan. Sekolah sekolah swasta wajib melaporkannya kepada yayasannya. Laporan tersebut seringkali disebut dengan istilah laporan mutasi barang. Pelaporan tersebut dilakukan sekali dalam setiap tri wulan. Misalnya, pada setiap, bulan Juli, Oktober, Januari, dan April tahun berikutnya. Biasanya di sekolah itu ada barang rutin dan barang proyek. Bilamana demikian halnya, maka pelaporannya pun seharusnya dibedakan. Dengan demikian, ada laporan barang rutin, ada laporan barang proyek
Secara definitif, penghapusan perlengkapan adalah kegiatan meniadakan barang barang milik lembaga (bisa juga sebagai milik negara) dari daftar inventaris dengan cara berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku. Sebagai salah satu aktivitas dalam pengelolaan perlengkapan pendidikan di sekolah, penghapusan perlengkapan bertujuan untuk:
(a) mencegah atau membatasi kerugian yang lebih besar sebagai akibat pengeluaran dana untuk pemeliharaan atau perbaikan perlengkapan yang rusak;
(b) mencegah terjadinya pemborosan biaya pengamanan perlengkapan yang tidak berguna lagi;
(c) membebaskan lembaga dari tanggung jawab pemeliharaan dan pengamanan;
(d) meringankan beban inventarisasi.
Kepala sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan penghapusan terhadap perlengkapan pendidikan di sekolahnya. Namun, perlengkapan yang akan dihapus harus memenuhi syarat syarat penghapusan. Demikian pula prosedurnya harus mengikuti peraturan perundang undangan yang berlaku. Mengenai syarat syarat dan prosedur penghapusan perlengkapan pendidikan di sekolah seperti berikut ini.
(a) Syarat Syarat Penghapusan
Barang barang perlengkapan pendidikan di sekolah yang memenuhi syarat penghapusan adalah barang barang:
(1) dalam keadaan rusak berat sehingga tidak dimanfaatkan lagi,
(2) tidak sesuai dengan kebutuhan,
(3) kuno, yang penggunaannya tidak sesuai lagi,
(4) terkena larangan,
(5) mengalami penyusutan di luar kekuasaan pengurus barang,
(6) yang biaya pemeliharaannya tidak seimbang dengan kegunaannya,
(7) berlebihan, yang tidak digunakan lagi,
(8) dicuri,
(9) diselewengkan, dan
(10) terbakar atau musnah akibat adanya bencana alam.
(b)Prosedur Penghapusan
Sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku di Indonesia, langkah langkah penghapusan perlengkapan pendidikan di sekolah, adalah sebagai berikut.
(1)Kepala sekolah (bisa dengan menunjuk seseorang) mengelompokkan perlengkapan yang akan dihapus dan meletakkannya di tempat yang aman namun tetap di dalam lokasi sekolah.
(2)Menginventarisasi perlengkapan yang akan dihapus tersebut dengan cara mencatat jenis, jumlah, dan tahun pembuatan perlengkapan tersebut.
(3)Kepala sekolah mengajukan usulan penghapusan barang dan pembentukan panitia penghapusan, yang dilampiri dengan data barang yang rusak (yang akan dihapusnya) ke Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kota/Kabupaten.
(4)Setelah SK penghapusan dari Kantor Dinas Pendidikan Nasional Kota/Kabupaten terbit, selanjutnya panitia penghapusan segera bertugas, yaitu memeriksa kembali barang yang rusak berat, biasanya dengan membuat Berita Acara Pemeriksaan.
(5)Begitu selesai melakukan pemeriksaan, panitia mengusulkan penghapusan barang barang yang terdaftar di dalam Berita Acara Pemeriksaan. Dalam rangka itu, biasanya perlu adanya pengantar dari kepala sekolahnya. Usulan itu lalu diteruskan ke pemda kabupaten/kota melalui kepala bagian perlengkapan
(6)Akhirnya begitu surat keputusan penghapusan dari pemda kabupaten/kota datang, bisa segera dilakukan penghapusan terhadap barang barang tersebut. Ada dua kemungkinan penghapusan perlengkapan sekolah, yaitu dimusnahkan dan dilelang. Apabila melalui lelang, yang berhak melelang adalah kantor lelang setempat. Sedangkan basil lelangnya menjadi milik negara.
A.Permasalahan Sarana dan Prasarana Pendidikan Dasar
Data yang diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional memberi informasi bahwa secara kuantitatif fasilitas layanan pendidikan sudah cukup baik dengan rasio murid per ruang kelas sebesar 26 untuk SD/MI, 37 untuk SMP/MTs dan 39 untuk SMA/SMK/MA. Pada saat yang sama rasio murid per guru adalah 20 untuk SD/MI, 14 untuk SMP/MTs dan 13 untuk SMA/SMK/MA. Namun jika dilihat kualitasnya dapat disimpulkan bahwa fasilitas layanan pendidikan masih jauh dari memadai.
Pada tahun 2004 sekitar 57,2 persen gedung SD/MI dan sekitar 27,3 persen gedung SMP/MTs mengalami rusak ringan dan rusak berat. Gedung SD/MI yang dibangun secara besar-besaran pada saat dimulainya Program Inpres SD tahun 1970an dan Program Wajib Belajar Enam Tahun pada tahun 1980an sudah banyak yang rusak berat yang diperburuk dengan terbatasnya biaya perawatan dan perbaikan. Rehabilitasi/revitalisasi bangunan SD/MI yang rusak melalui dana dekonsentrasi maupun Dana Alokasi Khusus (DAK) ternyata belum dapat mengimbangi peningkatan jumlah bangunan yang rusak. Agar tidak semakin banyak lagi sekolah-sekolah yang rubuh perlu dilakukan tindakan affirmatif dalam menangani kerusakan sekolah. Alokasi anggaran untuk rehabilitasi sekolah harus ditingkatkan yang diikuti dengan monitoring dan evaluasi yang ketat sehingga dana yang dialokasikan benar-benar dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
Pada saat yang sama sebagian besar sekolah belum memiliki prasarana penunjang mutu pendidikan seperti perpustakaan dan laboratorium. Dari seluruh sekolah yang terjaring dalam survei yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional tahun 2003 sebanyak 159.132 SD/MI, hanya 30,78 persen sekolah yang memiliki perpustakaan. Disamping itu kondisi prasarana penunjang yang adapun cukup banyak yang telah rusak. Ruang laboratorium pada jenjang SMP/MTs yang mengalami kerusakan ringan dan berat berkisar antara 8,4 persen untuk lab komputer dan 22,3 untuk lab IPS.
Kepemilikan komputer dan akses internet sebagai bentuk pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi di bidang pendidikan masih sangat terbatas. Sampai dengan tahun 2004 baru sebagian kecil sekolah/madrasah yang memiliki akses internet. Untuk jenjang SMP/MTs baru 29,6 persen institusi yang memiliki komputer dan hanya 3,3 persen yang memiliki akses internet.
Terbatasnya ketersediaan buku juga merupakan salah satu faktor terpenting penyelenggaraan pembelajaran yang berkualitas. Namun demikian berbagai sumber data termasuk SUSENAS 2003 mengungkapkan bahwa tidak semua peserta didik dapat mengakses buku pelajaran baik dengan membeli sendiri maupun disediakan oleh sekolah. Keterbatasan buku tersebut secara langsung berdampak pada sulitnya anak menguasai ilmu pengetahuan yang dipelajari. Kecenderungan sekolah untuk mengganti buku setiap tahun ajaran baru selain semakin memberatkan orangtua juga menyebabkan inefisiensi karena buku-buku yang dimiliki sekolah tidak dapat lagi dimanfaatkan oleh siswa.
KESIMPULAN
Perlengkapan sekolah merupakan salah satu bagian kajian dalam administrasi sekolah (school administration), atau administrasi pendidikan (educational administration) dan sekaligus menjadi bidang garapan kepala sekolah selaku administrator sekolah yang diharapkan dapat memberikan layanan secara profesional dalam bidang perlengkapan atau fasilitas kerja bagi personel sekolah.
Perlengkapan sekolah, atau juga sering disebut dengan fasilitas sekolah, dapat dikelompokkan menjadi: (1) sarana pendidikan; dan (2) prasarana pendidikan. Sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan, perabot yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan di sekolah, sedangkan prasarana pendidikan adalah semua perangkat kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang pelaksanaan proses pendidikan di sekolah.
Sarana dan prasarana pendidikan dapat diklasifikasikan dari sudut: (1) habis tidaknya dipakai; (2) bergerak tidaknya pada saat digunakan; dan (3) hubungannya dengan proses belajar mengajar.
Ditinjau dari habis tidaknya dipakai: (1) sarana pendidikan yang habis dipakai, dan
(2) sarana pendidikan yang tahan lama.
Ditinjau dari pendidikan bergerak tidaknya: (1) sarana pendidikan yang bergerak, (2) sarana pendidikan yang tidak bisa bergerak.
Ditinjau dari hubungannya dengan proses belajar mengajar, ada dua jenis sarana pendidikan. Pertama, sarana pendidikan yang secara langsung digunakan dalam proses belajar mengajar. Sebagai contohnya adalah kapur tulis, atlas, dan sarana pendidikan lainnya yang digunakan guru dalam mengajar. Kedua, sarana pendidikan yang secara tidak langsung berhubungan dengan proses belajar mengajar, seperti lemari arsip di kantor sekolah merupakan sarana pendidikan yang tidak secara langsung digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar.
Prasarana pendidikan di sekolah bisa diklasifikasikan menjadi dua macam. Pertama, prasarana pendidikan yang secara langsung digunakan untuk proses belajar mengajar, seperti ruang teori, ruang perpustakaan, ruang praktik keterampilan, dan ruang laboratorium. Kedua, prasarana sekolah yang keberadaannya tidak digunakan untuk proses belajar mengajar, tetapi secara langsung sangat menunjang terjadinya proses belajar mengajar.
Prinsip-prinsip pengadaan sarana dan prasarana pendidikan: (1) prinsip pencapaian tujuan; (2) prinsip efisiensi; (3) prinsip administratif., (4) prinsip kejelasan tanggung jawab; dan (5) prinsip kekohesifan. Apabila kelima prinsip tersebut diterapkan, manajemen perlengkapan pendidikan bisa menyokong tercapainya tujuan pendidikan.
Proses pengelolaan sarana dan prasarana pendidikan, meliputi: (1) perencanaan sarana prasarana sekolah, (2) prosedur perencanaan pengadaan sarana prasarana, (3) pengadaan sarana prasarana sekolah, (4) pendistribusian sarana prasarana sekolah, (5) penggunaan dan pemeliharaan sarana prasarana sekolah, (6) inventarisasi dan penghapusan sarana prasarana sekolah
1 komentar:
Jazakallah, sanngat bermanfaat sekali artikelnya..
Posting Komentar